Friday, October 25, 2024

Telah Terbit Buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat

Telah Terbit Buku

 


Karya Batara R. Hutagalung

Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)

 

Penerbit INDOCAMP, Agustus 2024

Tebal buku 214 + 64 halaman = 278 halaman.

Harga buku (di luar ongkos kirim)

Edisi Soft Cover, foto-foto hitam-putih. Rp. 119.000,-

Edisi Soft Cover, foto-foto berwarna, Rp. 238.000,-

Edisi kusus, Hard Cover, foto-foto berwarna, Rp. 328.000,-.

 

Sambutan-Sambutan:

Ketua MPR RI, DR. H. Bambang Soesatyo.

Laksamana TNI (Purn.) Tedjo Edhi Purdijatno, KSAL ke 21, 2008-2009.

DR. (HC). Heppy Trenggono, Ketua Dewan Pembina Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS).

DR. M. Mufti Mubarok, Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional RI.

DR (C) M. Hatta Taliwang, Anggota DPR RI 1999 – 2004.

 

Sinopsis

 

Tahun 2012 MPR RI mengeluarkan gagasan yang dinamakan Empat Pilar MPR RI. Empat Pilar yang dimaksud oleh MPR RI adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian MPR RI menerbitkan buku “Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.” Anggaran Sosialisasi Empat Pilar MPR RI tahun 2025 sebesar Rp. 924,54 milyar, telah diusulkan untuk ditambah Rp. 251, 62 milyar, menjadi Rp. 1,17 trilyun.

Dalam Kata Pengantar dari Sekretaris Jenderal MPR RI di buku Edisi ke 9 tahun 2019, ditulis tujuan diterbitkannya buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR, yaitu:

“ … seluruh rakyat Indonesia harus memiliki cara pandang yang sama dalam kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara…”

Demikian juga pendapat dari pimpinan MPR periode 2014 – 2019, yaitu bahwa:

“… Proklamasi kemerdekaan Negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah sejarah dan puncak perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia.”

Dalam Sambutan dari Pimpinan Badan Sosialisasi  MPR RI Periode 2014 – 2019, yang ditandatangani oleh Ketua, Dr. H. Ahmad Basarah dan 4 orang wakilnya, yaitu Ir. H. Alimin Abdullah; H. Gus Irawan Pasaribu, S.E., Ak., M.M.; Prof. Dr. Amb. H. Bachtiar Aly, M.A.; Drs. H. Zainut Tauhid Sa’adi, M.Si., sebagai penutup sambutan di buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, ditulis:

“Buku ini disadari masih belum sempurna, oleh karena itu, masukan dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk itu dihaturkan terima kasih.”

 

********

Untuk memenuhi permintaan dari pimpinan Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, maka diterbitkan buku “Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat.” Buku ini merupakan saran, masukan, kritik dan koreksi terhadap buku “Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI,” agar  buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dapat disempurnakan, sehingga bermanfaat untuk kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat, dan mencerdaskan masyarakat Indonesia, sesuai dengan amanat Pembukaan UUD ’45. Penulis buku ini menggunakan frasa “Pedoman” agar tidak menimbulkan polemik mengenai frasa “Pilar.”

Buku ini menjelaskan berbagai kekeliruan yang terdapat dalam buku Materi Sosialisasi Empat Pilar  MPR RI, antara lain, “melupakan” landasan historis yang paling penting untuk negara dan bangsa Indonesia, yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945, yang sangat dahsyat dan heroik, yang menandai “lahirnya” bangsa Indonesia dan berdirinya negara bangsa (nation state) Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Logikanya: Tanpa ada Proklamasi 17 Agustus 1945, maka Empat Pilar MPR RI tersebut tidak akan ada. Oleh karena itu, Proklamasi 17 Agustus 1945 harus diletakkan pada tempat pertama.

Namun di Indonesia, tidak semua memiliki pemahaman yang sama, bukan hanya pemahaman mengenai Pancasila, melainkan juga mengenai keabsahan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.

Pada 11 November 2006 dalam rangka peringatan 70 tahun Perjanjian Linggajati, diselenggarakan seminar di Kuningan, Jawa Barat. Dalam Keynote Speechnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Dr. Hassan Wirajuda menyampaikan antara lain:

Kemerdekaan dimungkinkan dalam pengertian hak menentukan nasib sendiri apabila demand metropolitan powers, negara penjajah dapat menyetujuiby agreement, sesuatu yang merupakan akibat dari kesepakatan, bukan merupakan hak, tetapi produk dari perundingan, kalau pihak yang lain tidak setuju, maka kemerdekaan itu tidak akan ada

Dengan kata lain Menlu Dr. Hassan Wirajuda berpendapat, bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak sah, karena mantan penjajah, Belanda, tidak menyetujuinya. Sampai sekarang, September 2024, pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui de jure kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Bahkan penerimaan de facto (de facto acceptance) pun baru disampaikan secara lisan tanggal 16 Agustus 2005, dan pernyataan resmi tertulis yang sejak tahun 2010 dijanjikan akan diberikan, sampai sekarang belum juga diberikan. Untuk Belanda, de jure kemerdekaan Indonesia adalah 27.12.1949. Transkrip lengkap Keynote Speech Menlu Dr. Hassan Wirajuda disertakan dalam buku ini sebagai lampiran. Kelihatannya, Dr. Hassan Wirajuda bukan satu-satunya pejabat tinggi negara di Indonesia yang berpendapat demikian.

Selain itu, juga cukup banyak yang berpendapat, termasuk seorang sejarawan senior, bahwa Negara Republik Indonesia berdiri tanggal 18 Agustus 1945, yaitu setelah ada kelengkapan negara. Ini adalah tafsir yang keliru, yang merujuk pada pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia), dan pengangkatan Presiden serta Wakil Presiden tanggal 18 Agustus 1945. Mereka yang menafsirkan bahwa Negara Republik Indonesia baru sah dan resmi berdiri setelah memiliki Undang-Undang Dasar serta memiliki Kepala Negara, tidak memahami proses berdirinya suatu negara dan keabsahan berdirinya negara-negara bekas jajahan, antara lain Amerika Serikat, Belanda, dll.

Kolonialisme (penjajahan) tidak memiliki landasan hukum internasional, yang memberi legitimasi kepada satu negara/bangsa untuk menjajah negara/bangsa lain, apalagi memperjual-belikan penduduk pribuminya sebagai budak di negerinya sendiri seperti yang dilakukan oleh Belanda selama lebih dari 250 tahun di wilayah jajahannya di Asia Tenggara, yang sekarang menjadi wilayah Republik Indonesia.

Pada 4 Juli 1776, 13 wilayah jajahan Inggris di Amerika mencetuskan pernyataan kemerdekaan (Declaration of independence) dan mendirikan negara federal Amerika Serikat (United Sates of America). Inggris tidak mau mengakui kemerdekaan bekas jajahannya, dan melancarkan agresi militer. Namun Amerika Serikat berhasil mempertahankan diri, dan pada perjanjain di Paris pada 3 September 1783, Inggris mengakui kedaulatan Amerika Serikat. Amerika Serikat mengesahkan konstitusi Tahun 1788, dan tahun 1789, 13 tahun setelah pernyataan kemerdekaan pada 4 Juli 1776, Amerika Serikat mengangkat presiden pertama, George Washington.

Demikian juga pernyataan kemerdekaan 7 Provinsi di Belanda yang melepaskan diri dari penjajahan Spanyol dan kemudian mendirikan Republik Belanda pada 26 Juli 1581. Spanyol tidak mau mengakui kemerdekaan Republik Belanda dan melancarkan agresi militer. Republik Belanda berperang melawan Spanyol, sampai tercapai perdamaian di Wesfalia, Jerman, tahun 1648, di mana Spanyol mengakui kemerdekaan Belanda.

Berdasarkan Konvensi Montevideo tanggal 26 Desember 1933, berdirinya satu negara sama sekali tidak memerlukan pengakuan dari negara manapun, termasuk dari mantan penjajah. Juga tidak diperlukan adanya Konstitusi (Undang-Undang Dasar), atau pemerintah atau adanya seorang Kepala Negara. Lima negara sampai sekarang sama sekali tidak memiliki konstitusi tertulis (written constitution).

Oleh karena itu, seluruh bangsa Indonesia harus sepemahaman, bahwa berdirinya Negara dan Bangsa Indonesia adalah 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949 seperti versi Belanda, juga bukan 18 Agustus 1945.

Hal-hal tersebut di atas dijelaskan secara rinci dalam buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat.

Mengenai Undang-Undang Dasar ’45, buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI merujuk pada Undang-Undang Dasar NRI yang disahkan pada 10 Agustus 2002. Penulis tidak sepakat, bahwa UUD yang disahkan bulan Agustus 2002, dinamakan sebagai UUD ’45. Seharusnya dinamakan sebagai Undang-Undang Dasar 2002. Dalam buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat dijelaskan beberapa alasan yang sangat mendasar untuk menolak UUD 2002, dan diusulkan agar kembali ke UUD yang disahkan pada 18 Agustus 1945, untuk disempurnakan dengan Adendum.

Kesalahan-kesalahan terbesar, bahkan kesalahan fatal yang menyesatkan dalam buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI adalah dalam penulisan mengenai sejarah. Dalam buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat dijelaskan dengan sangat rinci letak kesalahan-kesalahannya.

Tujuan utama dari penerbitan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat adalah untuk menyamakan persepsi seluruh rakyat Indonesia, bahwa bangsa Indonesia adalah suatu entitas politik, yang terdiri dari lebih dari 1.300 etnis dan sub-etnis yang ada di wilayah NKRI, yang baru “lahir” tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai bangsa yang baru, bangsa Indonesia sangat memerlukan konsep untuk “Membangun Bangsa dan Jatidiri Bangsa” (Nation and Character Building).

 

SARAN

Dalam Sambutannya di buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat, Ketua MPR RI 2019 – 2024, Dr. H. Bambang Soesatyo menyambut baik penerbitan buku tersebut dan mendukung peluncuran serta pembahasan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat di Gedung Nusantara IV. Pada akhir Agustus 2024, buku tersebut siap untuk diterbitkan. Namun agenda politik di Indonesia selama bulan September tidak memungkinkan untuk direalisasikannya peluncuran dan pembahasan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat di bulan September. Selain itu, masa bakti MPR RI 2019 – 2024 selesai pada akhir September.

Semoga MPR RI periode 2024 – 2029 melaksanakan yang telah direncanakan oleh Ketua MPR RI 2019 – 2024, yaitu memfasilitasi peluncuran dan pembahasan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat,dengan tujuan akhir adalah menyusun konsep untuk “Membangun Bangsa dan Jatidiri Bangsa” (Nation and Character Building).

Oleh karena itu, sebelum buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dicetak ulang dan kemudian disosialisasikan ke rakyat Indonesia dengan anggaran sebesar Rp. 1,17 trilyun, sebaiknya dilakukan kajian yang mendalam mengenai hal-hal yang disampaikan di buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat ini. Terutama yang sehubungan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, penjelasan mengenai Pancasila, dan penulisan sejarah yang sangat salah. Sangat disayangkan, apabila dana sebesar Rp. 1,17 trilyun terbuang dengan sia-sia, karena menyebarluaskan hal-hal yang keliru, bahkan penulisan sejarah versi Belanda yang salah dan menyesatkan.

 

********


 

Ketua FKMPS Batara R. Hutagalung menyampaikan Naskah buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat kepada Ketua MPR RI DR. H. Bambang Soesatyo

 


 

Tanggal 30 Juli 2024 Ketua MPR RI DR. H. Bambang Soesatyo menerima kunjungan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)

 


Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan, Marsdya TNI (Purn.) Donny Ermawan Taufanto,

Menerima kunjungan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)

 


Ketua FKMPS Batara R. Hutagalung menyampaikan Naskah buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat kepada Sekjen Kementerian Pertahanan,

Marsdya TNI (Purn.) Donny Ermawan Taufanto.

 

********