Telah Terbit Buku
Karya Batara R. Hutagalung
Ketua Forum Komunikasi
Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)
Penerbit INDOCAMP,
Agustus 2024
Tebal buku 214 + 64 halaman = 278 halaman.
Harga buku (di luar ongkos kirim)
Edisi Soft
Cover, foto-foto hitam-putih. Rp. 119.000,-
Edisi Soft
Cover, foto-foto berwarna, Rp. 238.000,-
Edisi kusus, Hard Cover, foto-foto berwarna, Rp. 328.000,-.
Sambutan-Sambutan:
Ketua MPR RI, DR. H. Bambang Soesatyo.
Laksamana TNI (Purn.) Tedjo Edhi Purdijatno,
KSAL ke 21, 2008-2009.
DR. (HC). Heppy Trenggono, Ketua Dewan Pembina
Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS).
DR. M. Mufti Mubarok, Ketua Badan Perlindungan
Konsumen Nasional RI.
DR (C) M. Hatta Taliwang, Anggota DPR RI 1999 –
2004.
Sinopsis
Tahun 2012 MPR RI
mengeluarkan gagasan yang dinamakan Empat
Pilar MPR RI. Empat Pilar yang dimaksud oleh MPR RI adalah Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
’45), Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika. Kemudian
MPR RI menerbitkan buku “Materi
Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.” Anggaran Sosialisasi Empat Pilar MPR RI
tahun 2025 sebesar Rp. 924,54 milyar, telah diusulkan untuk ditambah Rp. 251,
62 milyar, menjadi Rp. 1,17 trilyun.
Dalam Kata Pengantar
dari Sekretaris Jenderal MPR RI di buku Edisi ke 9 tahun 2019, ditulis tujuan
diterbitkannya buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR, yaitu:
“ … seluruh rakyat Indonesia harus memiliki
cara pandang yang sama dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara…”
Demikian juga pendapat dari pimpinan MPR
periode 2014 – 2019, yaitu bahwa:
“… Proklamasi
kemerdekaan Negara Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan buah sejarah dan
puncak perjalanan panjang perjuangan bangsa Indonesia.”
Dalam Sambutan dari Pimpinan Badan
Sosialisasi MPR RI Periode 2014 – 2019,
yang ditandatangani oleh Ketua, Dr. H. Ahmad Basarah dan 4 orang wakilnya, yaitu
Ir. H. Alimin Abdullah; H. Gus Irawan Pasaribu, S.E., Ak., M.M.; Prof. Dr. Amb.
H. Bachtiar Aly, M.A.; Drs. H. Zainut Tauhid Sa’adi, M.Si., sebagai penutup
sambutan di buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, ditulis:
“Buku ini disadari masih belum sempurna, oleh karena itu, masukan dan saran dari semua pihak sangat diharapkan untuk itu dihaturkan terima kasih.”
********
Untuk memenuhi
permintaan dari pimpinan Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, maka diterbitkan
buku “Panca Pedoman Bernegara,
Berbangsa, Bermasyarakat.” Buku ini merupakan saran, masukan, kritik dan
koreksi terhadap buku “Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI,” agar buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dapat disempurnakan, sehingga
bermanfaat untuk kehidupan bernegara, berbangsa, bermasyarakat, dan mencerdaskan
masyarakat Indonesia, sesuai dengan amanat Pembukaan UUD ’45. Penulis buku ini menggunakan frasa
“Pedoman” agar tidak menimbulkan polemik mengenai frasa “Pilar.”
Buku ini menjelaskan
berbagai kekeliruan yang terdapat dalam buku Materi Sosialisasi Empat
Pilar MPR RI, antara lain, “melupakan”
landasan historis yang paling penting untuk negara dan bangsa Indonesia, yaitu Proklamasi 17 Agustus 1945, yang sangat
dahsyat dan heroik, yang menandai “lahirnya”
bangsa Indonesia dan berdirinya negara bangsa (nation state) Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Logikanya:
Tanpa ada Proklamasi 17 Agustus 1945, maka Empat Pilar MPR RI tersebut tidak
akan ada. Oleh karena itu, Proklamasi 17 Agustus 1945 harus diletakkan pada
tempat pertama.
Namun di Indonesia,
tidak semua memiliki pemahaman yang sama, bukan hanya pemahaman mengenai
Pancasila, melainkan juga mengenai keabsahan Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia
17 Agustus 1945.
Pada 11 November 2006
dalam rangka peringatan 70 tahun Perjanjian Linggajati, diselenggarakan seminar
di Kuningan, Jawa Barat. Dalam Keynote
Speechnya, Menteri Luar Negeri Indonesia Dr. Hassan Wirajuda menyampaikan
antara lain:
“Kemerdekaan dimungkinkan dalam pengertian hak menentukan
nasib sendiri apabila demand metropolitan powers, negara
penjajah dapat menyetujui, by
agreement, sesuatu yang merupakan akibat dari kesepakatan, bukan merupakan hak, tetapi
produk dari perundingan, kalau pihak
yang lain tidak setuju, maka kemerdekaan itu tidak akan ada.
Dengan kata lain Menlu
Dr. Hassan Wirajuda berpendapat, bahwa
proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak sah, karena mantan penjajah, Belanda, tidak
menyetujuinya. Sampai sekarang, September 2024, pemerintah Belanda tetap
tidak mau mengakui de jure
kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Bahkan penerimaan de facto (de facto acceptance)
pun baru disampaikan secara lisan tanggal 16 Agustus 2005, dan pernyataan resmi
tertulis yang sejak tahun 2010 dijanjikan akan diberikan, sampai sekarang belum
juga diberikan. Untuk Belanda, de jure
kemerdekaan Indonesia adalah 27.12.1949. Transkrip lengkap Keynote Speech Menlu Dr. Hassan Wirajuda disertakan dalam buku ini
sebagai lampiran. Kelihatannya, Dr. Hassan Wirajuda bukan satu-satunya pejabat
tinggi negara di Indonesia yang berpendapat demikian.
Selain itu, juga cukup
banyak yang berpendapat, termasuk seorang sejarawan senior, bahwa Negara
Republik Indonesia berdiri tanggal 18 Agustus 1945, yaitu setelah ada
kelengkapan negara. Ini adalah tafsir yang keliru, yang merujuk pada pengesahan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia), dan pengangkatan Presiden serta Wakil Presiden tanggal
18 Agustus 1945. Mereka yang menafsirkan bahwa Negara Republik Indonesia baru
sah dan resmi berdiri setelah memiliki Undang-Undang Dasar serta memiliki
Kepala Negara, tidak memahami proses berdirinya suatu negara dan keabsahan
berdirinya negara-negara bekas jajahan, antara lain Amerika Serikat, Belanda,
dll.
Kolonialisme
(penjajahan) tidak memiliki landasan hukum internasional, yang memberi
legitimasi kepada satu negara/bangsa untuk menjajah negara/bangsa lain, apalagi
memperjual-belikan penduduk pribuminya sebagai budak di negerinya sendiri
seperti yang dilakukan oleh Belanda selama lebih dari 250 tahun di wilayah
jajahannya di Asia Tenggara, yang sekarang menjadi wilayah Republik Indonesia.
Pada 4 Juli 1776, 13
wilayah jajahan Inggris di Amerika mencetuskan pernyataan kemerdekaan (Declaration of independence) dan
mendirikan negara federal Amerika Serikat (United
Sates of America). Inggris tidak mau mengakui kemerdekaan bekas jajahannya,
dan melancarkan agresi militer. Namun Amerika Serikat berhasil mempertahankan
diri, dan pada perjanjain di Paris pada 3 September 1783, Inggris mengakui
kedaulatan Amerika Serikat. Amerika Serikat mengesahkan konstitusi Tahun 1788,
dan tahun 1789, 13 tahun setelah pernyataan kemerdekaan pada 4 Juli 1776, Amerika
Serikat mengangkat presiden pertama, George Washington.
Demikian juga pernyataan
kemerdekaan 7 Provinsi di Belanda yang melepaskan diri dari penjajahan Spanyol
dan kemudian mendirikan Republik Belanda pada 26 Juli 1581. Spanyol tidak mau mengakui
kemerdekaan Republik Belanda dan melancarkan agresi militer. Republik Belanda
berperang melawan Spanyol, sampai tercapai perdamaian di Wesfalia, Jerman, tahun
1648, di mana Spanyol mengakui kemerdekaan Belanda.
Berdasarkan Konvensi
Montevideo tanggal 26 Desember 1933, berdirinya satu negara sama sekali tidak
memerlukan pengakuan dari negara manapun, termasuk dari mantan penjajah. Juga
tidak diperlukan adanya Konstitusi (Undang-Undang Dasar), atau pemerintah atau
adanya seorang Kepala Negara. Lima negara sampai sekarang sama sekali tidak
memiliki konstitusi tertulis (written
constitution).
Oleh karena itu,
seluruh bangsa Indonesia harus
sepemahaman, bahwa berdirinya Negara
dan Bangsa Indonesia adalah 17 Agustus 1945, bukan 27 Desember 1949 seperti
versi Belanda, juga bukan 18 Agustus 1945.
Hal-hal tersebut di
atas dijelaskan secara rinci dalam buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa,
Bermasyarakat.
Mengenai Undang-Undang
Dasar ’45, buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI merujuk pada
Undang-Undang Dasar NRI yang disahkan pada 10 Agustus 2002. Penulis tidak
sepakat, bahwa UUD yang disahkan bulan Agustus 2002, dinamakan sebagai UUD ’45.
Seharusnya dinamakan sebagai Undang-Undang Dasar 2002. Dalam buku Panca Pedoman
Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat dijelaskan beberapa alasan yang sangat
mendasar untuk menolak UUD 2002, dan diusulkan agar kembali ke UUD yang
disahkan pada 18 Agustus 1945, untuk disempurnakan dengan Adendum.
Kesalahan-kesalahan
terbesar, bahkan kesalahan fatal yang menyesatkan dalam buku Materi Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI adalah dalam penulisan mengenai sejarah. Dalam buku Panca
Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat dijelaskan dengan sangat rinci
letak kesalahan-kesalahannya.
Tujuan utama dari
penerbitan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat adalah untuk
menyamakan persepsi seluruh rakyat Indonesia, bahwa bangsa Indonesia adalah
suatu entitas politik, yang terdiri dari lebih dari 1.300 etnis dan sub-etnis
yang ada di wilayah NKRI, yang baru “lahir” tanggal 17 Agustus 1945. Sebagai
bangsa yang baru, bangsa Indonesia sangat memerlukan konsep untuk “Membangun Bangsa dan Jatidiri Bangsa” (Nation and Character Building).
SARAN
Dalam Sambutannya di
buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat, Ketua MPR RI 2019 –
2024, Dr. H. Bambang Soesatyo menyambut baik penerbitan buku tersebut dan
mendukung peluncuran serta pembahasan buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa,
Bermasyarakat di Gedung Nusantara IV. Pada akhir Agustus 2024, buku tersebut
siap untuk diterbitkan. Namun agenda politik di Indonesia selama bulan
September tidak memungkinkan untuk direalisasikannya peluncuran dan pembahasan buku
Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat di bulan September. Selain
itu, masa bakti MPR RI 2019 – 2024 selesai pada akhir September.
Semoga MPR RI periode
2024 – 2029 melaksanakan yang telah direncanakan oleh Ketua MPR RI 2019 – 2024,
yaitu memfasilitasi peluncuran dan pembahasan buku Panca Pedoman Bernegara,
Berbangsa, Bermasyarakat,dengan tujuan akhir adalah menyusun konsep untuk “Membangun Bangsa dan Jatidiri Bangsa”
(Nation and Character Building).
Oleh karena itu, sebelum
buku Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI dicetak ulang dan kemudian disosialisasikan
ke rakyat Indonesia dengan anggaran
sebesar Rp. 1,17 trilyun, sebaiknya dilakukan kajian yang mendalam mengenai
hal-hal yang disampaikan di buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa,
Bermasyarakat ini. Terutama yang sehubungan dengan Proklamasi 17 Agustus 1945,
penjelasan mengenai Pancasila, dan penulisan sejarah yang sangat salah. Sangat
disayangkan, apabila dana sebesar Rp. 1,17 trilyun terbuang dengan sia-sia,
karena menyebarluaskan hal-hal yang keliru, bahkan penulisan sejarah versi
Belanda yang salah dan menyesatkan.
********
Ketua FKMPS Batara R. Hutagalung
menyampaikan Naskah buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat kepada
Ketua MPR RI DR. H. Bambang Soesatyo
Tanggal 30 Juli 2024 Ketua MPR RI DR. H. Bambang Soesatyo menerima kunjungan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)
Sekretaris Jenderal Kementerian
Pertahanan, Marsdya TNI (Purn.) Donny Ermawan Taufanto,
Menerima kunjungan Forum Komunikasi
Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS)
Ketua FKMPS Batara R. Hutagalung
menyampaikan Naskah buku Panca Pedoman Bernegara, Berbangsa, Bermasyarakat kepada
Sekjen Kementerian Pertahanan,
Marsdya TNI (Purn.) Donny Ermawan
Taufanto.
********
No comments:
Post a Comment