Pembantaian di Galung Lombok
Catatan Perjalanan Ketua KUKB, Batara R. Hutagalung
ke Sulawesi Barat
Juni 2012
16 Juni 2012,
terbang dari Jakarta ke Makassar. Menginap di Hotel Arya Duta.
Selama berada
di Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan, Batara R. Hutagalung bertindak sebagai
Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).
Tujuan ke
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat adalah:
- Menjadi Narasumber dalam seminar di Majene.
- Menyosialisasikan tujuan dan konsep Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).
Tuntutan
utama KUKB adalah agar pemerintah Belanda:
I.
Mengakui
de jure kemerdekaan RI adalah 17.8.1945. Untuk pemerintah Belanda, hingga saat
ini de jure kemerdekaan RI adalah
27.12.1949. Tanggal 16 Agustus 2005, pemerintah Belanda (melalui Menlu Ben Bot)
menyatakan, mulai saat itu (16.8.2005) menerima secara moral dan politis (de facto) proklamasi 17.8.1945. Ini
berarti, sampai tanggal 16.8.2005, untuk pemerintah Belanda, NKRI tidak eksis
samasekali! Tanggal 16.8.2005 naik tingkat menjadi ANAK HARAM, artinya yang
hanya diterrima keberadaannya, namun tidak diakui legalitasnya.
II.
Meminta
maaf kepada seluruh bangsa Indonesia atas penjajahan, perbudakan, kejahatan
perang, kejahatan atas kemanusiaan dan berbagai pelanggaran HAM berat lain yang
dilakukan oleh tentara Belanda di masa agresi militer Belanda 1945 – 1950.
- Mengumpulkan data-data peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Westerling dan anak buahnya di Sulawesi Selatan (setelah pemekaran provinsi, beberapa daerah kini masuk Provinsi Sulawesi Barat), dengan focus: PEMBANTAIAN DI GALUNG LOMBOK! Oleh karena itu, dalam berbagai kesempatan, Ketua KUKB menjelaskan, tidak mengajukan tuntutan kepada pemerintah Belanda untuk hanya sejumlah kecil keluarga korban.
Di
pengadilan sipil di Belanda, sesuai dengan hukum yang berlaku di Belanda, yang
dapat mengajukan tuntutan hanya janda yang masih hidup dan korban yang selamat
dari pembantaian. Di seluruh Indonesia, janda korban atau korban selamat dari
pembantaian tentu jumlahnya sangat kecil, karena mengingat, peristiwa pembantaian
yang dilakukan oleh tentara Belanda telah dimulai sejak sekitar bulan September/Oktober
1945, 67 tahun yang lalu. Dipastikan, seandainya ada janda atau korban selamat,
usianya telah lebih dari 90 tahun. KUKB tidak akan mengajukan gugatan untuk mewakili
sejumlah kecil korban. Diperkirakan korban keganasan tentara Belanda di
Indonesia antara tahun 1945 – 1950 dapat mencapai satu juta jiwa.
KUKB
merencanakan untuk mengajukan kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan
yang dilakukan oleh tentara Belanda ke Mahkamah Kejahatan Internasional
(International Criminal Court) yang berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Dalam
statute Roma yang menjadi dasar International Criminal Court (ICC), ada 4
kejahatan yang tidak mengenal azas kadaluarsa, yaitu:
-
Genocide (Pembantaian/pembersihan
etnis),
-
Crime against humanity (Kejahatan
atas kemanusiaan),
-
War crime (kejahatan perang), dan
-
Crime of aggression (Kejahatan
agresi).
Keempat
kejahatan tersebut telah dilakukan oleh tentara Belanda di Indonesia antara tahun
1945 – 1950.
Sebagai
contoh adalah kasus Heinrich Boere, mantan tentara Jerman yang pada bulan
Oktober 2009 di majukan ke pengadilan di Aachen, Jerman. Pada bulan Maret 2010
dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, karena terbukti, dan juga diakuinya,
66 tahun sebelumnya, tepatnya tahun 1944, di masa pendudukan tentara Jerman di
Belanda, membunuh tiga (!) penduduk sipil di Belanda. Heinrich Boere berusia 88
tahun ketika vonis dijatuhkan! Lihat: (Bahasa Indonesia)
Bahasa
Belanda:
Tuntutan
yang rencananya akan dimajukan oleh KUKB adalah PAMPASAN PERANG! Seperti yang
telah dimajukan kepada Jepang, dan telah dibayar.
17 Juni 2012.
Bersama Dr. Anhar Gonggong berangkat dari Makassar pukul 09.00 WITA dengan
mobil menuju Majene yang berjarak 300 km.
Bersama Dr. Anhar Gonggong
Singgah melihat Taman Makam Pahlawan di Pinrang, tempat ayah dan abangnya Dr. Anhar Gonggong dimakamkan. TMP tersebut sangat tidak terawat.
Pak
Anhar menuturkan, di kerajaan ayahnya di
Kabupaten Pinrang, secara keseluruhan lebih dari 700 orang tewas dibunuh oleh
tentara Belanda, termasuk ayah dan abangnya. Mereka dijemput dari rumah,
kemudian disuruh menggali lubang untuk kuburan mereka sendiri, lalu ditembak
mati oleh tentara Belanda, tanpa proses pengadilan.
Tiba di
Majene, Sulawesi Barat, pukul 17.00. Menginap di Hotel Villa Bogor Leppe.
Pukul 19.00,
silaturahmi dan saling berkenalan di kediaman Bupati Majene, H. Kalma Katta, S.Sos. Hadir a.l. Ketua
Umum Kerukunan Keluarga Mandara Sulawesi Barat, Mayjen. TNI (Purn.) Salim
Mengga, yang juga anggota Komisi II DPR RI, beserta beberapa anggota
pengurusnya, baik yang dari Jakarta maupun dari SulBar, jajaran Muspida
Kabupaten Majene dan tamu-tamu lain.
18 Juni 2012.
Seminar “Peran Budaya Dalam Mengeliminir Konflik Horizontal Dalam Masyarakat.”
Lihat:
Seusai
seminar, menghadiri jamuan makan siang di kediaman Bupati Majene.
Malam hari
berkunjung ke rumah H. Zainuddin di Baruga, Makassar, seorang saksi mata. (Kesaksian
disampaikan dalam tulisan khusus).
19 Juni 2012.
Meninjau Desa Galung Lombok, ladang pembantaian lebih dari 600 orang yang
dilakukan oleh anak buah Westerling pada 1 Februari 1947. Bersilaturahmi dan
berdiskusi dengan saksi mata pembantaian, seorang janda korban, tokoh- tokoh masyarakat,
dan beberapa wakil-wakil rakyat SulBar di Pusat, a.l. M. Asri Anas, anggota
Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Di depan gerbang masuk ke makam dan monumen Galung Lombok
Monumen Galung Lombok
Telah dibentuk Lembaga Advokasi Korban Pembantaian di Sulawesi Barat. Lembaga Advokasi telah melakukan pendataan dan kemudian menyerahkan daftar nama dari 485 korban, berikut ahli waris yang masih dapat dilacak kepada Ketua KUKB. Sekitar 160 masih akan diteliti nama-namanya.
Dalam
kesempatan ini, Ketua Lembaga Advokasi, H. Abdul Samad Bonang SH menyerahkan MANDAT kepada Ketua KUKB untuk memperjuangkan
hak-hak ahli waris korban pembantaian yang dilakukan oleh tentara Belanda.
Ketua Lembaga Advokasi menyerahkan Mandat kepada Ketua KUKB
Dalam sambutannya, Ketua KUKB Batara R. Hutagalung menyampaikan a.l.: KUKB tidak akan mengajukan kompensasi untuk orang per-orang, karena tujuan utama kegiatan KUKB adalah menyangkut MARTABAT BANGSA, dan bukan tuntutan materi. Tuntutan materi adalah sebagai konsekuensi logis dari pengakuan pemerintah Belanda terhadap de jure kemerdekaan RI 17.8.1945. Oleh karena itu, yang akan dituntut oleh KUKB adalah PAMPASAN PERANG, sebagai akibat dari agresi militer, sebagaimana yang dilakukan oleh Jerman di Eropa dan Jepang di Asia.
Hukum di
Belanda telah menetapkan, bahwa yang berhak menuntut kompensasi hanya para
janda atau korban selamat. Oleh karena itu, apabila hal ini dilakukan, dan
kemudian gugatan dimenangkan oleh para penggugat, maka yang akan menikmati
hanyalah segelintir manusia saja, sedangkan mayoritas terbesar tidak akan
mendapat apa-apa.
Pada saat
ini, di seluruh Sulawesi Selatan dan Barat, para janda dan korban selamat yang
masih hidup mungkin tidak lebih dari 50 orang, sedangkan jumlah korban
pembantaian yang dilakukan oleh Westerling dan anak-buahnya mencapai ribuan
orang. Belum ada data yang akurat mengenai jumlah korban yang sebenarnya.
Oleh karena
itu, yang akan dituntut oleh KUKB adalah, agar di tempat-tempat tentara Belanda
melakukan pembantaian massal, di seluruh Indonesia, pemerintah Belanda harus
membangun sekolah dan rumah sakit/klinik, yang dapat dinikmati oleh seluruh
desa, dan bukan hanya untuk 10 atau 20 orang saja.
Dari kiri: Sama Unding, Baya Langi, Hama, Ketua KUKB
Baya Langi menunjukkan cincin dari suaminya. Cincin diberikan oleh suaminya, Hadollah,
sesaat sebelum naik truk tentara Belanda untuk dibawa ke Galung Lombok.
Sejak itu Baya Langi tidak melihat suaminya lagi.
Monumen dengan nama-nama korban pembantaian di Galung Lombok
Siti Amani, putri dari Nakku, seorang korban pembantaian di Galung Lombok
Siti Amani menunjukkan makam ayahnya
Ketua KUKB bersama Siti Amani
H. M. Ali Hatta, putra seorang korban pembantaian di Galung Lombok
Ketua KUKB bersama H.M. Ali Hatta
Makam korban
Makam korban
Makam korban
Ketua KUKB juga mengusulkan a.l.:
- Mulai tanggal 1 Februari 2013 dilakukan REKONSTRUKSI dan NAPAK TILAS peristiwa pembantaian pada 1 Februari 1947, seperti yang terjadi pada waktu itu. Ribuan rakyat dari berbagai desa dan daerah di sekitar desa Galung Lombok berjalan kaki menuju Galung Lombok. Demikian juga yang dijemput dengan truk militer Belanda. Dilakukan adegan/aksi teatrikal untuk menggambarkan situasi pada 1 Februari 1947.
- Sebagai target ditetapkan, bahwa Duta Besar Belanda harus hadir dan menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat di Sulawesi Barat, dalam acara peringatan di Desa Galung Lombok pada 1 Februari 2014.
- Menjadikan tanggal 1 Februari sebagai Hari Berkabung Masyarakat Mandar/Sulawesi Barat.
- Mempersiapkan Desa Galung Lombok untuk kedatangan media massa dan para peneliti, baik dari Indonesia maupun dari Belanda serta internasional, karena peristiwa pembantaian ini, yang lebih kejam dan dengan korban lebih banyak daripada pembantaian di Rawagede pada 9 Desember 1947, pasti akan menarik perhatian media dari seluruh dunia.
- Mempersiapkan Monumen Galung Lombok menjadi tujuan Wisata Sejarah.
Usulan Ketua
KUKB tersebut mendapat sambutan yang positif, terutama untuk dilakukannya Napak
Tilas dan rekonstruksi peristiwa pembantaian, pada 1 Februari 2013.
Setelah usai
acara resmi dan meninjau makam, mewawancarai Baya Langi, janda dari Hadollah
yang dibunuh pada 1 Februari 1947 dan dua saksi mata, Sama Unding dan Hama
(Hasil wawancara akan ditulis terpisah).
Sore hari
berkunjung ke rumah Fatani Thayeb di Makassar, 104 tahun, seorang saksi mata.
Fatani Thayeb, seorang saksi mata pembantaian di Galung Lombok
Ketua KUKB bersama Fatani Thayeb
Malam hari menuju Polewali, menginap di Hotel Ratih.
20 Juni 2012.
Menghadiri Haul 1 tahun meninggalnya seorang tokoh masyarakat Mandar, Prof. Dr.
Dermawan. Kemudian pukul 12.00 WITA berangkat menuju ke Makassar. Tiba di
Makassar pukul 20.00. Menginap di Hotel D’ Bugis Ocean, di Pantai Losari.
21 Juni 2012.
Pukul 11.00 – 17.00, selaturahmi dan tukar pikiran dengan Drs. H.A.
Pamadengrukka Mapanyompa, mantan Bupati Barru, Sulawesi Selatan, Natsir Majid
dan Abdullah dari Parepare dan H. M. Islam Andada, Ketua III Kerukunan Keluarga
Mandar Sulawesi Barat (KKMSB).
Akan
dilakukan pengumpulan data seperti yang telah dilakukan oleh Tim Advokasi di
Sulawesi barat.
Pukul 18.00 –
23.00 Silaturahmu dan tukar pikiran dengan pengurus KKMSB lainnya, a.l. Ir.
Salman Dianda Anwar, Sekjen KKMSB, Alimuddin, anggota pengurus KKMSB. Dalam
pertemuan ini dibahas tindaklanjut pertemuan di Majene dan di Galung Lombok.
A.l. membahas rencana Napak Tilas 1 februari 2013, dan membahas rencana
kerjasama selanjutnya.
21 Juni 2012.
Pukul 11.00 Ketua KUKB diterima oleh Ketua Legiun Veteran Sulawesi Selatan, Brigjen TNI
(Purn.) Andi Odang, yang juga mantan Gubernur Sulawesi Selatan. Pertemuan difasilitasi oleh Bapak Andi Pamadengrukka Mappanyompa, mantan Bupati Barru.
Kepada Bapak
Andi Odang dijelaskan mengenai nama komite, yaitu penekanannya pada
‘UTANG-KEHORMATAN’, bukan pada “UTANG UANG.” Tuntutan utama adalah agar
pemerintah Belanda mengakui de jure
kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, yang merupakan masalah MARTABAT BANGSA.
Bapak Andi
Odang juga mendukung tuntutan dan konsep KUKB, sebagaimana yang diutarakan oleh
Ketua KUKB. Bapak Andi Odang menyampaikan, bahwa Beliau menolak untuk mendukung
tuntutan kompensasi untuk orang-perorang.
Dari kiri: Andi Pamadengrukka Mappanyompa, Ketua KUKB, Andi Odang
Ketua KUKB bersama Andi Odang, Ketua Legiun Veteran Sulawesi Selatan
Pukul 16.00 WITA terbang kembali ke Jakarta. Pesawat delay hampir satu jam. Tiba di Jakarta dengan selamat pukul 17.00 WIB. Tiba di rumah di Jakarta Selatan hampir pukul 23.00 WIB, artinya hampir 6 jam. Kemacetan Jakarta!
*******
Salut atas gagasan dan perjuangan yang tak kenal lelah, semoga dimudahkan dan mendapat lindungan, bimbingan dan rahmat-Nya, aamiin....
ReplyDeleteAamiin.
ReplyDeleteTerima kasih atas dukungan anda.
Atas nama KUKB saya sampaikan terima kasih.
Batara R. Hutagalung
Ketua KUKB