INDONESIA DARURAT PENULISAN SEJARAH YANG SEBENARNYA DAN
SOSIALISASINYA KE MASYARAKAT
Catatan Batara R. Hutagalung
Respon dan reaksi terhadap satu tulisan dan satu
rekaman wawancara yang saya pada akhir bulan Desember 2019 di berbagai
media menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengetahui
mengenai peristiwa2 sejarah yang sangat penting untuk bangsa dan negara
Indonesia, bahkan juga mengenai peristiwa bersejarah yang menyangkuthidup -
matinya Bangsa dan Negara Republik Indonesia.
Yang pertama mengenai yang dinamakan HARI BELA NEGARA.
Tidak tertutup kemungkinan, bahwa sebagian besar
penyelenggara negara juga tidak mengetahui mengenai Hari Bela Negara, walaupun
telah resmi ditetapkan sejak tahun 2006.
***
Yang kedua, tiga hari setelah tanggal 19 Desember 2019
saya posting tulisan mengenai yang dinamakan HARI IBU.
(Lihat: (Artikel saya di rmol, "22 Desember: Hari
Juang Perempuan Indonesia."
99% pembaca artikel tersebut baru mengetahui, bahwa
Hari Ibu di Indonesia yang ditetapkan melalui Keppres No. 316 tahun 1959 sama
sekali tidak ada kaitan dengan yang dinamakan Mother’s Day yang dirayakan di Amerika Serikat dan di negara2 di
Eropa. Bukan hanya latar belakangnya saja yang tidak sama, melainkan juga
waktunya sangat berbeda. Hari Ibu di Indonesia DIPERINGATI pada 22 Desember, sedangkan di Amerika Serikat dan di
Eropa DIRAYAKAN pada bulan
Mei.
Di Amerika Serikat, Mother’s Day pertama kali dilakukan oleh Anna Maria Jarvis pada 12
Mei 1907 di Grafton (West Virginia, USA), untuk mengenang ibunya pada
hari Minggu, dua hari setelah ibunya meninggal. Setahun kemudian, dia mendesak
pihak Gereja Methodis di Grafton untuk mengadakan peringatan bagi semua ibu2 sebagai wujud kecintaan kepada ibu2 yang
telah meninggal. Kemudian kegiatan tersebut menjadi kegiatan nasional yang
ditetapkan oleh Kongres USA pada 8 Mei 1914. Setelah itu menjalar ke negara2 di
Eropa.
Mother’s Day di Amerika Serikat yang awalnya
untuk mengenang ibunda yang sudah meninggal, bergeser menjadi perayaan untuk
para ibu yang sangat komersial, diwarnai dengan pemberian hadiah kepada para
ibu. Rata2 pengeluaran setiap orang untuk memberi hadiah sekitar US$ 172.
Keuntungan yang diperoleh para pedagang adalah tertinggi kedua setelah perayaan
Natal. Di Jerman, perayaan Muttertag (Hari Ibu) diwarnai dengan pemberian bunga
untuk para Ibu. Keuntunga para penjual bunga adalah yang tertinggi dalam
setahun.
Kebanyakan merayakannya pada bulan Mei, namun tanggal
perayannnya di Amerika Serikat dan di berbagai negara di Eropa berbeda-beda.
Anna Maria Jarvis, penggagas Mother’s day kecewa
dengan perkembangan ini dan membuat gerakan untuk menghentikannya, namun tidak
berhasil. Terbukti sampai sekarang Mother’s Day masih dirayakan di Amerika.
***
Di Indonesia, akibat kurangnya sosialisasi dan
pemahaman mengenai latar belakang Hari Ibu, beberapa tokoh agama yang terkenal
mengaitkan Hari Ibu di Indonesia dengan Mother’s
Day di Amerika Serikat dan di negara2 di Eropa. Tokoh2 agama tersebut
melarang umatnya untuk memberi ucapan “Selamat Hari Ibu.”
Di bawah ini beberapa link di youtube mengenai
pernyataan2 beberapa tokoh agama yang melarang umatnya mengucapkan “Selamat
Hari Ibu/”
- Ustadz Khalid Basalamah
***
- Ustadz Abdul Somad
********
- Buya Yahya.
***
- Ust. Syafiq Riza Basalamah.
***
Ini adalah dua contoh dari sekian banyak peristiwa
sejarah yang keliru dimaknai atau dipahami. Fakta2 sejarah kedua peristiwa
tersebut sebenarnya sangat jelas ditulis di buku2 sejarah.
Dari contoh Hari Ibu terlihat, bahwa bukan hanya para
penyelenggara negara saja yang harus mengetahui sejarah, melainkan semua
lapisan dan elemen masyarakat, termasuk para tokoh agama, agar tidak memberi
penilaian atau larangan, tanpa mengetahui hal2 yang dikatakan.
Yang menjadi masalah yang lebih besar adalah
peristiwa2 yang memiliki nilai sejarah yang sangat besar untuk bangsa dan
negara Indonesia, salah ditulis dalam buku2 sejarah atau salah memberi
penafsiran. Penulisan mengenai sejarah tidak lepas dari sudut pandang dan
tafsir/interpretasi penulis. Penelitian2 yang dilakukan oleh para ilmuwan
asing, terutama oleh bangsa Belanda, Inggris dan Perancis yang adalah para
mantan penjajah sangat diragukan kebenarannya, apakah benar2 obyektif, karena
terbukti banyak penulisan sejarah untuk kepentingan mereka.. terutama tentu
dari sudut pandang penjajah.
Oleh karena itu, agar generasi Indonesia mendatang
tidak lagi membaca buku2 sejarah yang salah, sudah sangat mendesak dilakukan
penelitian dan penulisan ulang semua buku2 sejarah untuk sekolah2.
Jakarta, 23 Desember 2019
***
No comments:
Post a Comment