Monday, March 04, 2013

Penjelasan dari Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) di Mingguan TEMPO


Mingguan TEMPO di edisi 18 - 24 Februari 2013, halaman 58 - 70, menurunkan berita mengenai Westerling. Di halaman 70 diberitakan mengenai upaya menuntut kejahatan perang Belanda, terutama yang telah dilakukan oleh Westerling.

Sehubungan dengan artikel “Upaya Men-‘Slobodan Milosevic’-kan Westerling dalam.rubrik Intermezzo Westerling di Tempo edisi 18 – 24 Februari 2013, dan surat pembaca Hadi Rahmat Purnama, Pengajar Hukum Internasional & Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, di TEMPO edisi 25 Februari – 3 Maret 2013, saya menyampaikan jawaban dari Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) yang saya pimpin.

Hadi Rahmat Purnama menulis a.l. bahwa:
“…jurisdiksi dari Mahkamah (maksudnya adalah Mahkamah Kejahatan Internasional – International Criminal Court – pen.) adalah sejak Statuta Roma yaitu 1 Juli 2002.
Dengan demikian maka kejadian Pembataian oleh Westerling di Sulawesi Barat yang terjadi pada tahun 1946 tidak dapat diajukan ke hadapan Mahkamah Kriminal Internasional. Walaupun benar bahwa yang dilakukan oleh Westerling dapat dikategorikan sebagai Kejahatan Perang dan Kejahatan Kemanusiaan.
Mohon kiranya ini dapat mengkoreksi pendapat yang ada dalam artikel mengenai kemungkinan membawa kasus Pembataian Westerling ke Mahkamah Kriminal Internasional ..”
Demikian keterangan dari Hadi Rahmat Purnama, Pengajar Hukum Internasional & Hukum dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.

Di TEMPO edisi 4 – 10Maret 2013 (minggu ini), jawaban saya dimuat dalam kolom Surat, halaman 6. Namun jawaban saya diedit kembali oleh redaksi, dan beberapa bagian yang penting justru tidak dimuat.

Oleh karena itu saya sampaikan di bawah ini teks lengkap yang saya kirim kepada redaksi TEMPO.

----------------------------

Teks lengkap Surat Pembaca.dari Ketua KUKB kepada mingguan TEMPO

Jawaban atas surat pembaca Hadi Rahmat Purnama:
“Upaya Men-‘Slobodan Milosevic’-kan Westerling.

Penjelasan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).
1.    Tuntutan utama KUKB bukanlah kompensasi untuk beberapa puluh orang korban kejahatan perang Belanda di Indonesia antara 1945 – 1950. Tuntutan utama KUKB adalah: Pemerintah Belanda harus mengakui de jure kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Pada 15 Agustus 2005, Menlu Belanda Ben Bot di Den Haag menyatakan, bahwa kini (2005) pemerintah Belanda menerima de facto kemerdekaan RI 17.8.1945. Dalam wawancara di satu stasiun TV di Jakarta pada 18.8.2005 dia menegaskan, bahwa pengakuan secara yuridis telah diberikan pada akhir Desember 1949, artinya kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil KMB. RIS dibubarkan pada 16.8.1950, dan pada 17.8.1950 Ir. Sukarno menyatakan berdirinya kembali NKRI. Tuntutan pengakuan de jure kemerdekaan RI 17.8.1945 adalah demi mempertahankan martabat sebagai bangsa dan Negara merdeka dan berdaulat! Belanda telah melakukan kejahatan agresi tehadap satu negara merdeka, dan Indonesia dapat menuntut PAMPASAN PERANG! (Lihat: http://batarahutagalung.blogspot.com.
2.    Statuta Roma Pasal 29 menyatakan, empat kejahatan tidak mengenal Kadaluarsa, yaitu genosida, kejahatan atas kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Statuta Roma memperluas Konvensi PBB tahun 1968 mengenai tidak diterapkannya azas kadaluarsa untuk kejahatan atas kemanusiaan dan kejahatan perang (Convention on the Non-Applicability of Statutory Limitations to War Crimes and CrimesAgainst Humanity). Tentara Belanda juga telah melanggar Konvensi Den Haag II tahun 1899 dan Konvensi Den Haag IV tahun 1907 mengenai ‘Laws and customs of war on land’.
Memang Statuta Roma tidak berlaku retro aktif, namun seperti yang dilakukan terhadap penjahat perang Serbia dan Rwanda, PBB membentuk pengadilan ad hoc (tribunal).Tahun 1993, 20 tahun lalu Manuel Kneepkens, seorang Dosen Fakultas Hukum Universitas Erasmus, Belanda, telah mengusulkan dibentuknya tribunal internasional untuk mengadili para penajahat perang Belanda, terutama kejahatan Westerling dan anakbuahnya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
3.    Sejak Desember 2005, ketika saya pertamakali membawa kasus pembantaian di Rawagede ke parlemen Belanda, sangat banyak tokoh-tokoh dan anggota parlemen Belanda yang mendukung kegiatan dan tuntutan KUKB.
Diperkirakan, korban agresi Belanda tahun 1945 – 1950 lebih dari 800.000 jiwa. Apa yang dilakukan oleh para “pakar hukum internasional dan pakar HAM” orang Indonesia serta parlemen Indonesia sejak tahun 1950?

Batara R. Hutagalung
Pendiri dan Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)
KUKB didirikan di Gedung Joang ’45 Jakarta, pada 5 Mei 2005.

     *******


Demikian penjelasan saya.
Selain itu, tuntutan atas pembantaian di desa Rawagede yang dimenangkan di pengadilan sipil di Den Haag pada 14 September 2011 telah membuktikan, bahwa untuk kejahatan perang tidak dikenal azas kadaluarsa.
Bulan Maret 2010, di pengadilan di Aachen, Jerman, seorang mantan perwira jerman, Heinrich Boere, di usia 89 tahun, divonis penjara seumur hidup, karena tahun 1944 membunuh tiga (!) penduduk sipil di Belanda. (lihat di weblog saya)
Demikian juga pengadilan ad hoc (tribunal) yang dibentuk PBB untuk mengadili penjahat perang Serbia dan Ruanda, menunjukkan, masih terbuka jalan untuk melakukan penuntutan.

Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, mengapa para “pakar hukum internasional” di Indonesia justru bersikap seperti pemerintah Belanda, yang bersikeras bahwa kejahatan-kejahatan tentara Belanda selama agresi militer Belanda di Indonesia sudah tidak dapat lagi dituntut?

Di mana para pejuang HAM Indonesia, yang lebih dari 60 (!) tahun mermbisu atas dibantainya 800.000 – 1.000.000 juta jiwa rakyat Indonesia yang teweas dalam perang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17.8.1945.

Sekarang, semua para penikmat kemerdekaan yang dicapai melalui perngorbanan para pahlawan tersebut membungkam seribu bahasa, dan bahkan sependapat dengan para pembantai bangsanya sendiri!


-----------------------------------------------------------------------------------

Mengenai usulan dari Manuel Kneepkens yang dimuat di harian Trouw, Belanda pada 12 November 1993, dapat dibaca di:

Pernyataan Menlu Belanda Ben Bot (tahun 2005), bahwa Belanda mulai tahun 2005 MENERIMA de facto proklamasi kemerdekaan RI 17.8.1945, dapat dibaca (dan dilihat di youtube, di mana dia menyatakan, Belanda telah memberikan pengakuan secara yuridis akhir tahun 1949), dalam bahasa Inggris dan Belanda:
atau

Berbagai dukungan dari Belanda atas tuntutan terhadap pemerintah Belanda untuk mengakui kemerdekaan RI 17.8.1945, lihat beberapa link di bawah ini:

1.    Oppositie wil erkenning 17 augustus.
UTRECHT - 05/08/05 - (Novum) -

2.    Krista van Velzen, lid van de Tweede Kamer voor de SP
(Deze open brief is op 4 augustus 2005 gepubliceerd in de Haagsche Courant)
Open brief aan minister Bot: Erken datum Indonesische onafhankelijkheid

3.    IndonesiĆ« werd onafhankelijk in 1945. Erken dit.
NRC Handelsblad, Gepubliceerd: 22 december 2009


No comments:

Post a Comment