Mingguan TEMPO di edisi 18 - 24 Februari 2013, halaman 58 - 70, menurunkan berita mengenai Westerling. Di halaman 70 diberitakan mengenai upaya menuntut kejahatan perang Belanda, terutama yang telah dilakukan oleh Westerling.
Sehubungan
dengan artikel “Upaya Men-‘Slobodan Milosevic’-kan Westerling dalam.rubrik
Intermezzo Westerling di Tempo edisi 18 – 24 Februari 2013, dan surat pembaca Hadi
Rahmat Purnama, Pengajar Hukum Internasional & Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, di TEMPO edisi 25 Februari – 3 Maret
2013, saya menyampaikan jawaban dari Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)
yang saya pimpin.
Hadi Rahmat Purnama menulis a.l. bahwa:
“…jurisdiksi dari Mahkamah (maksudnya adalah
Mahkamah Kejahatan Internasional – International
Criminal Court – pen.) adalah sejak Statuta Roma yaitu 1 Juli 2002.
Dengan demikian maka kejadian Pembataian oleh
Westerling di Sulawesi Barat yang terjadi pada tahun 1946 tidak dapat diajukan
ke hadapan Mahkamah Kriminal Internasional. Walaupun benar bahwa yang dilakukan
oleh Westerling dapat dikategorikan sebagai Kejahatan Perang dan Kejahatan
Kemanusiaan.
Mohon kiranya ini dapat mengkoreksi pendapat
yang ada dalam artikel mengenai kemungkinan membawa kasus Pembataian Westerling
ke Mahkamah Kriminal Internasional ..”
Demikian
keterangan dari Hadi Rahmat Purnama, Pengajar Hukum Internasional & Hukum
dan Hak Asasi Manusia, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia.
Di
TEMPO edisi 4 – 10Maret 2013 (minggu ini), jawaban saya dimuat dalam kolom
Surat, halaman 6. Namun jawaban saya diedit kembali oleh redaksi, dan beberapa
bagian yang penting justru tidak dimuat.
Oleh
karena itu saya sampaikan di bawah ini teks lengkap yang saya kirim kepada
redaksi TEMPO.
----------------------------
Teks lengkap Surat
Pembaca.dari Ketua KUKB kepada mingguan TEMPO
Jawaban
atas surat pembaca Hadi Rahmat Purnama:
“Upaya
Men-‘Slobodan Milosevic’-kan Westerling.
Penjelasan
Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB).
1. Tuntutan utama KUKB
bukanlah kompensasi untuk beberapa puluh orang korban kejahatan perang Belanda
di Indonesia antara 1945 – 1950. Tuntutan utama KUKB adalah: Pemerintah Belanda
harus mengakui de jure kemerdekaan
Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Pada 15 Agustus 2005, Menlu Belanda Ben Bot
di Den Haag menyatakan, bahwa kini (2005) pemerintah Belanda menerima de facto kemerdekaan RI 17.8.1945. Dalam
wawancara di satu stasiun TV di Jakarta pada 18.8.2005 dia menegaskan, bahwa
pengakuan secara yuridis telah diberikan pada akhir Desember 1949, artinya
kepada Republik Indonesia Serikat (RIS) hasil KMB. RIS dibubarkan pada
16.8.1950, dan pada 17.8.1950 Ir. Sukarno menyatakan berdirinya kembali NKRI.
Tuntutan pengakuan de jure
kemerdekaan RI 17.8.1945 adalah demi mempertahankan martabat sebagai bangsa dan
Negara merdeka dan berdaulat! Belanda telah melakukan kejahatan agresi tehadap
satu negara merdeka, dan Indonesia dapat menuntut PAMPASAN PERANG! (Lihat: http://batarahutagalung.blogspot.com.
2. Statuta Roma Pasal 29
menyatakan, empat kejahatan tidak mengenal Kadaluarsa, yaitu genosida,
kejahatan atas kemanusiaan, kejahatan perang dan kejahatan agresi. Statuta Roma
memperluas Konvensi PBB tahun 1968 mengenai tidak diterapkannya azas kadaluarsa
untuk kejahatan atas kemanusiaan dan kejahatan perang (Convention on the Non-Applicability of Statutory Limitations to War
Crimes and CrimesAgainst Humanity). Tentara Belanda juga telah melanggar
Konvensi Den Haag II tahun 1899 dan Konvensi Den Haag IV tahun 1907 mengenai ‘Laws and customs of war on land’.
Memang Statuta Roma tidak berlaku retro
aktif, namun seperti yang dilakukan terhadap penjahat perang Serbia dan Rwanda,
PBB membentuk pengadilan ad hoc
(tribunal).Tahun 1993, 20 tahun lalu Manuel Kneepkens, seorang Dosen Fakultas
Hukum Universitas Erasmus, Belanda, telah mengusulkan dibentuknya tribunal
internasional untuk mengadili para penajahat perang Belanda, terutama kejahatan
Westerling dan anakbuahnya di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat.
3. Sejak Desember 2005,
ketika saya pertamakali membawa kasus pembantaian di Rawagede ke parlemen
Belanda, sangat banyak tokoh-tokoh dan anggota parlemen Belanda yang mendukung
kegiatan dan tuntutan KUKB.
Diperkirakan, korban agresi Belanda tahun
1945 – 1950 lebih dari 800.000 jiwa. Apa yang dilakukan oleh para “pakar hukum
internasional dan pakar HAM” orang Indonesia serta parlemen Indonesia sejak
tahun 1950?
Batara
R. Hutagalung
Pendiri
dan Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)
KUKB
didirikan di Gedung Joang ’45 Jakarta, pada 5 Mei 2005.
*******
Demikian
penjelasan saya.
Selain
itu, tuntutan atas pembantaian di desa Rawagede yang dimenangkan di pengadilan
sipil di Den Haag pada 14 September 2011 telah membuktikan, bahwa untuk
kejahatan perang tidak dikenal azas kadaluarsa.
Bulan
Maret 2010, di pengadilan di Aachen, Jerman, seorang mantan perwira jerman, Heinrich
Boere, di usia 89 tahun, divonis penjara seumur hidup, karena tahun 1944
membunuh tiga (!) penduduk sipil di Belanda. (lihat di weblog saya)
Demikian
juga pengadilan ad hoc (tribunal) yang dibentuk PBB untuk mengadili penjahat
perang Serbia dan Ruanda, menunjukkan, masih terbuka jalan untuk melakukan
penuntutan.
Yang
menjadi pertanyaan di sini adalah, mengapa para “pakar hukum internasional” di
Indonesia justru bersikap seperti pemerintah Belanda, yang bersikeras bahwa
kejahatan-kejahatan tentara Belanda selama agresi militer Belanda di Indonesia
sudah tidak dapat lagi dituntut?
Di
mana para pejuang HAM Indonesia, yang lebih dari 60 (!) tahun mermbisu atas
dibantainya 800.000 – 1.000.000 juta jiwa rakyat Indonesia yang teweas dalam
perang mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada 17.8.1945.
Sekarang,
semua para penikmat kemerdekaan yang dicapai melalui perngorbanan para pahlawan
tersebut membungkam seribu bahasa, dan bahkan sependapat dengan para pembantai
bangsanya sendiri!
-----------------------------------------------------------------------------------
Mengenai
usulan dari Manuel Kneepkens yang dimuat di harian Trouw, Belanda pada 12
November 1993, dapat dibaca di:
Pernyataan
Menlu Belanda Ben Bot (tahun 2005), bahwa Belanda mulai tahun 2005 MENERIMA de facto proklamasi kemerdekaan RI
17.8.1945, dapat dibaca (dan dilihat di youtube, di mana dia menyatakan,
Belanda telah memberikan pengakuan secara yuridis akhir tahun 1949), dalam
bahasa Inggris dan Belanda:
atau
Berbagai
dukungan dari Belanda atas tuntutan terhadap pemerintah Belanda untuk mengakui
kemerdekaan RI 17.8.1945, lihat beberapa link di bawah ini:
1.
Oppositie wil erkenning 17 augustus.
UTRECHT - 05/08/05 -
(Novum) -
2. Krista van Velzen, lid van de Tweede Kamer voor de SP
(Deze open brief is
op 4 augustus 2005 gepubliceerd in de Haagsche Courant)
Open brief aan
minister Bot: Erken datum Indonesische
onafhankelijkheid
3.
Indonesiƫ werd onafhankelijk in 1945. Erken dit.
NRC Handelsblad, Gepubliceerd:
22 december 2009
Weblogs:
*******
No comments:
Post a Comment