Oleh Batara R. Hutagalung
Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB)
Kebanyakan
rakyat Indonesia berpendapat, bahwa Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun,
tanpa mengetahui, kapan dimulainya penjajahan Belanda, dan kapan berakhirnya.
Belum terlihat adanya upaya untuk memberi pencerahan yang jelas kepada rakyat
Indonesia.
Yang
pertama harus diluruskan adalah: Republik
Indonesia tidak pernah dijajah oleh Belanda!
Republik Indonesia de jure
dan de facto baru ada sejak
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945. Yang dijajah
oleh Belanda adalah berbagai kerajaan di Nusantara, yang kemudian dinamai oleh
Belanda sebagai Netherlands-Indië, atau terjemahannya adalah India-Belanda
(banyak yang menulis: Hindia-Belanda). Kata "Indonesia" pun baru "diciptakan" tahun 1850 oleh George Samuel Windsor Earl, seorang pengacara asal Inggris.(Lihat:
Penjajahan Belanda di bumi Nusantara resmi berakhir pada 9 Maret 1942, yaitu ketika pemerintah India-Belanda menyerah kepada tentara Jepang, dan menyerahkan jajahannya, Netherlands-Indië, kepada Jepang. Jepang kemudian menyatakan menyerah kepada tentara sekutu pada 15 Agustus 1945. Ketika Belanda datang kembali dengan dibantu oleh 3 divisi tentara Inggris dan dua divisi tentara Australia, Republik Indonesia telah berdiri!
Hal
kedua yang perlu diluruskan adalah, tidak seluruh wilayah Nusantara mengalami
pendudukan Belanda sampai lebih dari 300 tahun. Beberapa kerajaan baru berhasil
ditaklukkan Belanda di tahun 1900-an, seperti Kerajaan Batak, Kesultanan Aceh
dan beberapa kerajaan di Bali. Yang pertama diduduki oleh Belanda adalah kota
Jayakarta, pada 30 Mei 1619, yang oleh para penguasa baru namanya diganti
menjadi Batavia. Kemudian beberapa pulau di Maluku, a.l. Banda, diserang dan
diduduki oleh Belanda. Para pemimpin Banda dibunuh, dan seluruh rakyatnya yang
hidup dibawa ke Batavia untuk dijual sebagai budak. (Lihat:
Terhadap
suatu peristiwa sejarah dapat timbul beragam interpretasi, tergantung dari
sudut pandang dan kepentingan pembaca, demikian juga terhadap peristiwa yang
terjadi pada 9 Maret 1942, yaitu menyerahnya pemerintah India Belanda kepada
tentara Jepang yang berlangsung di Pangkalan Udara (Lanud) Kalijati. Dekat
Subang, Jawa Barat.
Pada
9 Maret 1942, bertempat di Lanud Kalijati, Panglima Tertinggi Tentara Belanda
di Netherlands Indië (India Belanda),
Letnan Jenderal Hein Ter Poorten, mewakili Gubernur Jenderal India-Belanda,
Tjarda van Starckenborgh-Stachouwer, menandatangani
dokumen ‘Menyerah-Tanpa-Syarat’ kepada balatentara Dai Nippon yang dipimpin
oleh Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, dan menyerahkan seluruh wilayah
jajahannya -India Belanda- kepada Jepang. Demikianlah peristiwa yang tertulis
di buku-buku sejarah, mungkin di seluruh dunia termasuk di Indonesia, Belanda
dan Jepang. Itu fakta sejarah.
Duduk di kiri: Hein ter Poorten. Di sebelahnya, Letkol. P.G. Mantel
Namun
untuk rakyat di wilayah bekas jajahan Belanda tersebut, peristiwa menyerahnya
Belanda kepada Jepang mempunyai arti lain yang sangat penting. Tanggal
menyerahnya Belanda kepada Jepang itu sekaligus menandai berakhirnya secara
resmi penjajahan Belanda di bumi Nusantara.
Setelah
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 sebagai tonggak pertama, menyerahnya Belanda kepada Jepang pada 9
Maret 1942 merupakan tonggak kedua yang terpenting menuju berdirinya Republik
Indonesia.
Di
masa pendudukan Jepang dari 9 Maret 1942 sampai 15 Agustus 1945, bangsa
Indonesia menumbuhkembangkan rasa ‘senasib dan seperjuangan’ serta memperoleh
kesempatan membangun kekuatan bersenjata, yang kemudian menjadi cikal bakal
Tentara Nasional Indonesia yang sangat berguna dalam perang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia terhadap agresi militer Belanda.
Setelah
berhasil menguasai seluruh wilayah bekas jajahan Belanda, pimpinan militer
Jepang menyadari, bahwa mereka tidak dapat mempertahankan seluruh wilayah
pendudukannya tanpa bantuan dari penduduk yang dijajahnya, karena kekuatan
militernya tidak mencukupi. Apalagi perang di Eropa sejak tahun 1942 telah
mengalami perubahan peta kekuatan dengan ikut sertanya Amerika Serikat ke dalam
kancah peperangan. Di Asia Timur dan Tenggara, setelah menduduki Manchuria dan
Cina, Jepanglah yang memulai perang melawan Amerika Serikat dan kemudian
merebut semua jajahan Perancis, Inggris dan Belanda. Oleh karena itu, pimpinan
militer Jepang memutuskan untuk melatih pribumi di wilayah pendudukannya
untuk menjadi tentara. Walaupun hal ini semata-mata untuk kepentingan Jepang, namun
untuk rakyat di bumi Nusantara, langkah Jepang ini menjadi sangat berguna.
Belanda
menganggap, bahwa agresi militer Jepang adalah penyerangan terhadap wilayah
Belanda. Setelah Jepang berhasil dikalahkan oleh tentara sekutu dan menyatakan
‘menyerah tanpa syarat’ pada 15 Agustus 1945, maka Belanda menganggap, bahwa
wilayah yang telah mereka serahkan kepada balatentara Dai Nippon masih merupakan
wilayahnya, dan Belanda merasa masih menjadi penguasa negeri tersebut. Oleh
karena itu, Belanda menganggap proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945 adalah pemberontakan terhadap pemerintah Belanda, dan kemudian mengerahkan
kekuatan militer untuk menguasai kembali bekas jajahannya.
Untuk mengelabui opini dunia internasional Belanda menamakan agresi militernya sebagai “aksi polisional”, dan berdalih, bahwa ini adalah masalah “internal” Belanda. Namun ternyata dunia internasional tidaklah sebodoh seperti yang diperkirakan oleh pemerintah Belanda. Hal ini terlihat dalam berita yang diturunkan oleh Majalah TIME pada 4 Agustus 1947, setelah Belanda melancarkan "aksi polisional I", yang sebenarnya adalah agresi militer terhadap Republik Indonesia. (Lihat:
Untuk mengelabui opini dunia internasional Belanda menamakan agresi militernya sebagai “aksi polisional”, dan berdalih, bahwa ini adalah masalah “internal” Belanda. Namun ternyata dunia internasional tidaklah sebodoh seperti yang diperkirakan oleh pemerintah Belanda. Hal ini terlihat dalam berita yang diturunkan oleh Majalah TIME pada 4 Agustus 1947, setelah Belanda melancarkan "aksi polisional I", yang sebenarnya adalah agresi militer terhadap Republik Indonesia. (Lihat:
Lihat
juga majalah TIME edisi 23 Desember 1946:
http://indonesiadutch.blogspot.com/2008/01/ir-soekarno-time-magazine-dec-23-1946.html
Sikap
Belanda yang bersikukuh masih memiliki wilayah yang telah diserahkannya kepada
Jepang pada 9 Maret 1942, tidak mempunya dasar hukum internasional manapun.
Tidak pernah ada hukum internasional yang mengizinkan apalagi mengatur
tata-cara penguasaan satu Negara oleh Negara lain untuk dijadikan sebagai
jajahan, dan memberlakukan perbudakan yang berlangsung selama lebih dari 200
(!) tahun. Yang ada pada waktu itu adalah “hukum rimba”, yaitu Negara yang kuat
dan menang, berhak menjadi penguasa Negara yang kalah. Setelah itu,
Negara-negara lain kemudian “mengakui kedaulatan” penguasa baru, alias penjajah.
Yang juga dilakukan oleh Jerman di Eropa dan Jepang di Asia tidak berbeda
dengan yang telah dilakukan oleh Negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. Namun
sejarah mencatat, Jerman dan Jepang kalah. Negara-negara pemenang kemudian
menyaplok sebagian dari wilayah Jerman dan Jepang.
Hal
ketiga yang harus dipahami oleh bangsa Indonesia adalah, proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, sah dipandang dari semua sudut!
(Lihat:
Tanggal
menyerahnya Belanda kepada Jepang ini untuk rakyat Indonesia harus menjadi peristiwa
yang sangat penting dan perlu diperingati setiap tahun, yaitu untuk:
- Menyadarkan seluruh rakyat Indonesia, bahwa tanggal 9 Maret 1942 adalah tanggal secara resmi berakhirnya penjajahan Belanda di Bumi Nusantara, dan bukan 17 Agustus 1945, juga bukan 27 Desember 1949. Memang banyak orang di Indonesia yang mengetahui mengenai peristiwa ini, terutama dosen-dosen, guru-guru dan para mahasiswa jurusan sejarah, bahwa Belanda menyerah kepada Jepang pada 9 Maret 1942, namun sebagian terbesar tidak menyadari pentingnya tanggal tersebut, yang sebenarnya merupakan akhir dari penjajahan Belanda di Bumi Nusantara.
- Untuk tetap “mengingatkan” semua peristiwa yang sehubungan dengan “lembaran hitam” sejarah Belanda di Indonesia, terutama berbagai pembantaian terhadap ratusan ribu penduduk sipil Indonesia yang dilakukan oleh tentara Belanda selama masa agresi militer mereka di Indonesia, setelah proklamasi kemerdekaan 17.8.1945, seperti di Sulawesi Selatan, Rawagede, Kranggan, dll. Masih cukup banyak korban selamat yang hidup, demikian juga janda-janda dan anak-cucu korban pembantaian. Pengorbanan mereka tidak boleh dilupakan dan diabaikan!
- Memopulerkan Pangkalan Udara Kalijati menjadi salahsatu tujuan ‘Wisata-Sjarah’ yang penting bagi bangsa Indonesia. Melihat letaknya cukup dekat satu sama lain, dapat dibuat satu paket Wisata Sejarah ke Rengasdengklok (tempat Bung Karno dan Bung Hatta “diculik”), Rawagede (sekarang bernama Balongsari), keduanya di Kabupaten Karawang dan Pangkalan Udara Kalijati di Kabupaten Subang.
9 Maret
1942, Akhir Penjajahan Belanda di Bumi Nusantara
Lihat:
*******
6 comments:
Trimakasih Bat diingatkan. Harus diakui anyak orang yang melupakan dan kurang memahami pentingnya sejarah.
Salam
Andi Prijono
Sama-sama Andi. Salam
Tulisan ini menjawab rasa penasaran saya. Thanks alot. Satu lagi yang saya renungkan, kalau tidak ada Sumpah Pemuda, mungkin setelah Belanda pergi, kita akan balik jadi kerajaan-kerajaan masing-masing, dan tidak akan pernah ada Indonesia. Gitu ngga logikanya ya?
maaf artikel nya kok agak beda yha sama yang aku tau dri guru.
Memang benar, banyak tulisan di blog ini sangat berbeda isi dan interpretasinya dengan tulisan-tulisan di banyak buku sejarah, terutama buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah, yang ditulis untuk kepentingan penguasa, dan bukan berdasarkan fakta, apalagi kebenaran sejarah.
Juga banyak peristiwa sejarah, terutama latar belakang terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut, juga tidak diketahui oleh para guru sejarah, yang tidak mau menggali sendiri, dan hanya mengandalkan informasi formal yang mereka baca.
Sebelum saya bawa ke parlemen Belanda pada 15 Desember 2005, peristiwa pembantaian di desa Rawagede juga hamper tidak ada yang mengetahuinya, termasuk pakar-pakar sejarah dan aktifis HAM, bahkan para Komisioner Komnas HAM.
Mengenai perjuangan untuk Rawagede, lihat:
http://batarahutagalung.blogspot.com/2011/11/rawagede-perjuangan-knpmbi-dan-kukb.html
Sekarang saya sedang mengangkat peristiwapembantaian oleh Westerling dan anak-buahnya di Sulawesi Selatan, lihat:
http://batarahutagalung.blogspot.com/2006/04/pembantaian-westerling-i.html
terutama pembantaian di desa Galung Lombok, Sulawesi Barat. Lihat:
http://batarahutagalung.blogspot.com/2012/06/pembantaian-di-galung-lombok-catatan.html
dan
http://batarahutagalung.blogspot.com/2012/06/pembantaian-di-galung-lombok-kesaksian.html
dan
http://batarahutagalung.blogspot.com/2012/06/galung-lombok-massacre-list-of.html
Semoga bermanfaat.
Batara R. Hutagalung
thank's infonya '~'....:)
Post a Comment