Saturday, December 17, 2022

BANGSA INDONESIA LAHIR 17 AGUSTUS 1945

 

Telah terbit buku

 

BANGSA INDONESIA 

LAHIR 17 AGUSTUS 1945

Sejarah Pembentukan Bangsa dan 

Negara Bangsa (Nation State) Indonesia

Karya Batara R. Hutagalung

Penerbit INDOCAMP, Jakarta

Tebal buku liv +272 = 326 halaman

Harga buku Rp. 109.000,-. (Di luar ongkos kirim)

Edisi khusus (Hard Cover) Rp. 199.000,- 

(dicetak terbatas)

 

Pengantar oleh Prof. Dr. H. Taufik Abdullah, MA., Guru Besar Ilmu Sejarah.

 

Sambutan dari:

1.    Prof. Dr. Ambassador Makarim Wibisono, MA-IS, MA., Diplomat Senior,

2.    Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, SH., M.Hum, Guru Besar Ilmu Hukum.

 

 

Sinopsis.

 

“Bangsa yang tidak kenal sejarahnya

juga kehilangan identitas atau kepribadiannya.”

Prof. Sartono Kartodirjo, Guru Besar Ilmu Sejarah

                                   (15.2.1921 – 7.12.2007)

Penulisan sejarah di  buku-buku sekolah di Indonesia yang terbit sejak tahun 1950-an, selain banyak yang hanya terjemahan dari buku-buku sejarah bahasa Belanda dan bahasa Inggris, para mantan penjajah, juga banyak yang merupakan hasil rekayasa, manipulasi bahkan pemalsuan sejarah. Hal ini mengakibatkan, generasi sekarang tidak lagi mengetahui sejarah Indonesia dan sejarah “pra” Indonesia yang sebenarnya. Rekayasa dan manipulasi tersebut antara lain mengenai “Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928” dan “Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908.”

Demikian juga mitos yang salah yang tidak berdasarkan fakta sejarah, yaitu bahwa Belanda menjajah Indonesia 350 tahun. Yang dijajah bukan Indonesia, melainkan kerajaan-kerajaan dan kesultanan-kesultanan di Asia Tenggara, yang sekarang sebagian besar termasuk wilayah negara Indonesia. Hanya satu kota pelabuhan, Jayakarta, yang dikuasai oleh Belanda sejak tanggal 30 Mei 1619, dan kemudian beberapa pulau penghasil rempah-rempah di Kepulauan Banda yang dikuasai Belanda selama lebih dari 300 tahun. Beberapa kerajaan dijajah Belanda hanya sekitar 30-an tahun saja sampai tanggal 9 Maret 1942. Fakta-fakta ini menunjukkan, Belanda memerlukan waktu lebih dari 300 tahun untuk dapat menguasai sebagian besar wilayah di Asia Tenggara. Negara dan bangsa Indonesia sebagai entitas politik yang baru ada sejak 17 Agustus 1945, tidak pernah dijajah.

Karena rekayasa mengenai Kerapatan Pemuda Indonesia kedua tahun 1928 yang kemudian dikenal sebagai Kongres Pemuda Indonesia II, banyak yang berpendapat, bahwa bangsa Indonesia “lahir” tanggal 28 Oktober 1928. Faktanya, pada 28 Oktober 1928 tidak ada pembacaan sumpah atau ikrar besama. Tanggal 28 Oktober ditetapkan menjadi “Hari Sumpah Pemuda” melalui Keputusan Presiden No. 316 tahun 1959. Ini adalah keputusan politik untuk kepentingan penguasa pada waktu itu,  tanpa adanya Naskah Akademik. Sejarawan JJ Rizal tahun 2012 menulis, bahwa “Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928” adalah “Kebohongan Besar.”

Juga banyak rakyat Indonesia berpendapat, bahwa bangsa Indonesia sudah ada sejak lama. Namun tidak ada yang dapat menjelaskan sejak kapan adanya bangsa Indonesia, Juga tidak dapat menerangkan, apakah bangsa dalam pengertian etnologi/antropologi budaya atau bangsa (nation) dalam pengertian politik.

Nama “INDUNESIA” baru “diciptakan” di Singapura bulan Februari 1850 oleh seorang etnolog autodidak asal Inggris, George Samuel Windsor Earl, dan diubah satu hurufnya, yaitu “U” menjadi “O” oleh seorang pengacara asal Skotlandia, James Richardson Logan. Indonesian dalam bahasa Inggris, sebagaimana yang dimaksud oleh orang Inggris yang menciptakan nama tersebut, adalah “penghuni kepulauan India.” Nama tersebut diciptakan untuk memberi nama cabang ras polinesia berkulit coklat, yang menghuni kepulauan India (Indian Archipelago). Kata Indonesia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Indos yang artinya India dan Nesos yang artinya kepulauan. Jadi Indonesia yang artinya Kepulauan India, sejak dikenal oleh para etnolog Inggris dan Jerman pada pertengahan abad 19, sampai tanggal 17 Agustus 1945 hanya merupakan pengertian geografi dan etnologi dari sebagian penghuni kepulauan India..

Nama “Indonesia” baru dikenal oleh para etnolog Belanda tahun 1917 yang keliru menyangka, “pencipta” nama tersebut adalah seorang Jerman, Adolf Bastian. Kekeliruan ini baru diketahui di Belanda tahun 1927. Nama Indonesia juga baru tahun 1917 dikenal oleh pemuda-pemuda pribumi yang berasal dari wilayah jajahan Belanda di Asia Tenggara, Nederlands IndiĆ« (India Belanda) yang melanjutkan pendidikan di Belanda, a.l. Sam Ratulangi, dr. Sutomo, Iwa Kusumasumantri, dll. Juga Suwardi Suryaningrat, yang diasingkan ke Belanda oleh pemerintah kolonial India Belanda.

Para pemuda pribumi tersebut tergabung dalam organisasi Indische Vereeniging, yang dalam bahasa Melayu (bahasa Indonesia belum ada) artinya Perhimpunan India. Mereka tidak mau menggunakan nama-nama peninggalan Belanda, sang penjajah. Karena menyangka, nama tersebut “diciptakan” oleh orang Jerman, mereka mengadopsi nama Indonesia sebagai nama bangsa yang akan dibentuk dan negara bangsa (nation state) yang akan didirikan. Indische Vereeniging didirikan pada 15 November 1908, atas prakarsa Rajiun Harahap yang berasal dari Padang Sidempuan, Sumatra Utara.

Tanggal 19 Februari 1922 nama organisasi diganti menjadi Indonesische Vereeniging, yang dalam bahasa Melayu artinya Perhimpunan Indonesia. Tahun 1924, nama organisasi resmi memakai bahasa Melayu menjadi Perhimpunan Indonesia. Tahun 1925 Perhimpunan Indonesia, menetapkan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang akan menjadi bahasa persatuan bangsa yang akan dibentuk. Tahun 1925 Perhimpunan Indonesia juga mengeluarkan pernyataan politik yang kemudian dikenal sebagai Manifesto Politik Perhimpunan Indonesia. Majalah organisasi yang bernama “Hindia Putera” diganti menjadi “Indonesia merdeka.” Ini merupakan “Pernyataan Perang” yang dilakukan di Belanda, di negeri penjajah.

Nama “Indonesia” dan gagasan membentuk bangsa serta mendirikan negara bangsa yang akan dinamakan Indonesia, diperkenalkan di wilayah jajahan Belanda, India Belanda, oleh para aktifis Perhimpunan Indonesia yang kembali ke India Belanda sejak tahun  1919, antara lain Sam Ratulangi dan Suwardi Suryaningrat yang kemudian mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

Pada pembukaan Kerapatan Besar Pemuda Pemudi Indonesia Pertama (Kongres Pemuda Pertama) tanggal 29 April 1926, Sumarto, Ketua Jong Java (Pemuda Jawa), mengatakan antara lain: “indonesia karenanya adalah  pengertian politik. berbeda dengan Indonesia dalam pengertian bukan politik, secara etnologisch, philologisch dan geografisch. Indonesia mengandung arti yang lebih luas.”

Setelah melalui drama selama tiga hari menjelang proklamasi kemerdekaan, gagasan membentuk bangsa dan negara bangsa Indonesia berhasil direalisasikan pada 17 Agustus 1945.

Dalam artikelnya yang dimuat di harian Kompas pada 1 Januari 2000 dengan judul “Perhimpoenan Indonesia dan Manifesto Politik”, Prof. Dr. Sartono Kartodirjo, Guru Besar Ilmu Sejarah UI menulis, bahwa Perhimpunan Indonesia di Belanda adalah ‘Perintis Gerakan Nasionalis Indonesia.’

Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif mendukung pendapat Prof. Sartono Kartodirjo. Dalam artikelnya yang dimuat di mingguan Gatra tanggal  30 Mei 2007 dengan judul “Gugatan Hari Kebangkitan Nasional,” Prof. Ahmad S. Maarif mengusulkan agar “penetapan permulaan Hari Kebangkitan Nasional adalah saat terbentuknya Perhimpuan Indonesia yang namanya semula adalah Indische Vereeniging.” Merujuk pada pendapat kedua Guru Besar tersebut, berdirinya Budi Utomo tanggal 20 Mei 1908 bukanlah “Hari Kebangkitan Nasional.”

Yang pernah menjadi ketua/pengurus Indische Vereeniging/Perhimpunan Indonesia di Belanda antara lain adalah Rajiun Harahap gelar Sutan Kasayangan Soripada (dari Mandailing, Sumatra Utara), Suwardi Suryaningrat (dari Jawa. Pahlawan Nasional), Sam Ratulangi (dari Minahasa. Pahlawan Nasional), Ahmad Subarjo (dari Aceh/Jawa. Pahlawan Nasional), Sutomo (dari Jawa. Pahlawan Nasional), Iwa Kusumasumantri (dari Sunda. Pahlawan Nasional), Mohammad Hatta (dari Minangkabau, Pahlawan Nasional), Arnold Mononutu (dari Minahasa. Pahlawan Nasional), Ali Sastroamijoyo (dari Jawa. Pahlawan Nasional). Sukiman Wiryosanjoyo (dari Jawa. Perdana Menteri RI ke 6), Nazir Datuk Pamuncak (dari Minangkabau. Duta Besar RI untuk Prancis dan Filipina)). Parlindungan Lubis (dari Sumatra Utara).

 

 

********