Oleh Batara R. Hutagalung
Telah Terbit Februari 2010:
“SERANGAN UMUM 1 MARET 1949, Dalam Kaleidoskop Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia.”
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Tebal: xxviii hlm + 716 hlm = 744 halaman
Di Yogyakarta: Tersedia di beberapa toko buku.
Di Jakarta: Di Toko Buku GRAMEDIA (a.l. Blok M, Jl. Melawai. Cinere Mall)
Friday, March 03, 2006
Asal-Usul Nama 'INDONESIA'
Asal-Usul
Nama 'INDONESIA'
Catatan Batara R. Hutagalung
Mencari
Nama Untuk Bangsa Yang Akan Dibentuk
Permulaan abad 20, tokoh-tokoh pergerakan
pribumi di wilayah jajahan Belanda menyadari, bahwa mereka berasal dari
berbagai etnis di wilayah jajahan Belanda dan belum merupakan suatu nation (bangsa). Tokoh-tokoh pribumi
yang belajar di Belanda tergabung dalam Indische
Vereeniging (Perhimpunan India) yang didirikan oleh Rajiun Harahap, gelar Sutan Kasayangan Soripada pada 15 November 1908, sangat aktif berinteraksi dengan gerakan-gerakan anti imperialisme
dan anti kolonialisme yang sangat besar di awal abad 20. Tahun
1922 nama organisasi diganti menjadi Indonesische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) dan tahun
1925 nama organisasi resmi memakai bahasa Melayu (waktu itu belum dinamakan sebagai bahasa Indonesia), menjadi Perhimpunan
Indonesia. Mereka mempelajari
sistem-sistem pemerintahan, sistem hukum dan perundang-undangan, sistem
perekonomian termasuk sistem koperasi untuk melawan pemodal besar/kapitalis,
dll.
Kegiatan yang paling penting yang dilakukan
adalah menerbitkan dan menyebarluaskan pemikiran-pemikiran mereka melalui
majalah, yang juga dapat dibaca di Nederlands-Indië
(India Belanda).
demikian juga sebaliknya. Mereka yang berada di Eropa, membaca tulisan-tulisan
dari tokoh-tokoh pergerakan melawan penjajahan yang berada di Nederlands-Indië. Dengan demikian,
walaupun belum pernah saling betemu, para tokoh pergerakan anti penjajahan,
dapat saling mengetahui perkembangan baik di Nederlands-Indië
maupun di Eropa. Mereka saling mengenal melalui
tulisan-tulisan yang dipublikasikan, baik di Eropa, maupun di Nederlands-Indië. Indische Vereeniging di Belanda menerbitkan majalah yang diberi
nama Hindia Poetra.
Mereka mencermati, bahwa bentuk negara2 di
Eropa adalah Negara Bangsa (Nation
State). Konsep Negara Bangsa ini digagas pertama kali dalam Perdamaian
Westfalia, tahun 1648. Perdamaian Westfalia yang diselenggarakan di Muenster
dan Osnabrueck, Jerman, mengakhiri perang 30 tahun antara kerajaan2 yang
menganut ajaran Kristen Katholik di Eropa bagian tengah/selatan, melawan
kerajaan2 yang menganut ajaran Kristen Protestan di Eropa tengah/utara. Perdamaian Westfalia juga mengakhiri perang
80 tahun antara Belanda melawan mantan penjajahnya, Spanyol.
Sebagai dasar persatuan untuk mendirikan
Negara Bangsa, para tokoh pribumi mencari definisi yang tepat mengenai bangsa
dan ikatan suatu bangsa. Cukup banyak definisi mengenai bangsa yang disampaikan
oleh para filosof di abad 19 dan awal abad 20, a.l. Johan Gottlieb Fichte, John
Stuart Mill, dll. Pada umumnya definisi suatu bangsa berkisar pada asal-usul,
wilayah, budaya/tradisi dan bahasa. Yang termasuk paling populer dan aktual
mengenai definisi bangsa pada waktu itu adalah pendapat dari Joseph Ernest
Renan (1823 – 1892) dan Otto Bauer (1881 – 1938).
Ernest Renan, seorang filosof dan sejarawan Perancis mendefinisikan pembentukan suatu bangsa
sebagai “Le desir d’etre ensemble,”
yaitu kemauan untuk berkumpul/menjadi satu. Sedangkan Otto Bauer mantan Menteri
Luar Negeri Austria mendefinisikan bangsa sebagai “Eine Nation ist eine aus
Schicksalsgemeinschaft erwachsene Character-gemeinschaft.” (Satu bangsa
adalah suatu masyarakat dengan karakter/ciri yang sama yang tumbuh berdasarkan
kesamaan nasib/sejarah). Kedua definisi ini menjadi butir pertama dan kedua
dalam dasar-dasar persatuan Ikrar Pemuda sebagai hasil Kongres Pemuda II
tanggal 28 Oktober 1928.
Juga pada permulaan abad 20, seiring dengan
bangkitnya gerakan untuk kemerdekaan dari penjajahan, para tokoh pribumi
mencari nama untuk mengganti nama Nederlands-Indiëë yang adalah bahasa Belanda, bahasa penjajah, yang artinya adalah India Belanda. Ada beberapa usulan
antara lain dari Douwes Dekker yang mengusulkan kata Insulinde. Namun kata ini juga dari bahasa Belanda. Para tokoh
pribumi tidak mau menggunakan nama yang berasal dari penjajah. Kemudian ada
yang mengusulkan kata INDONESIA,
yang dikabarkan berasal dari seorang ilmuwan Jerman, Adof Bastian.[1] Akhirnya kata Indonesia
ini yang dipilih untuk mengganti nama Nederlands-Indië.
“Terciptanya”
Nama INDONESIA
Dr.
Russell Jones (14 April 1926 – 6 Juni 2019) seorang peneliti dari London School of Oriental and African -
Studies menelusuri berbagai
publikasi untuk mengetahui asal-usul nama Indonesia. Tahun 1973 dia menulis hasil
penelitiannya dalam artikel dengan judul “Earl, Logan and Indonesia.” [2] sebagian besar tulisan di bawah ini adalah saduran dari
artikel Jones tersebut.
Berawal dari ketidaksukaan bangsa Inggris
untuk menggunakan kata atau nama yang “berbau” Belanda, yaitu Netherlands
India, Netherlands East Indies, Dutch East India, dsb.
Di lain pihak, Belanda juga tidak mau
menyebut India sebagai wilayah jajahan Inggris dengan nama British India atau British
East India. Orang-orang belanda menyebut atau menulis wilayah jajahan
Inggris sebagai “Voor Indië” artinya “India depan.” Sedangkan wilayah di Asia
tenggara disebut sebagai “Achter Indië,” artinya “India
belakang.” Demikianlah “perang terminologi” antara Inggris dengan Belanda pada
waktu itu. Sejarah mencatat, selama ratusan tahun, dalam memperebutkan
wilayah-wilayah di luar Eropa untuk dijadikan jajahan (koloni/pemukiman), termasuk di Asia
Tenggara. Inggris dan Belanda sering terlibat dalam peperangan besar. Mereka
saling merampok dan membunuh dengan kejam. Bahkan Belanda sering menjual tawanan
perang mereka sebagai budak.
Sikap ketidaksukaan terhadap Belanda juga
ditunjukkan oleh George Samuel Windsor Earl (10.2.1813 – 9.8.1865) seorang
ilmuwan Inggris. Sejak usia remaja, sekitar usia 16 tahun, dia sudah gemar bertualang sampai ke
Australia. Dia kembali ke Inggris tahun 1835. Dua tahun kemudian dia
menerbitkan kisahnya, “Voyages and Adventures”
(Pelayaran dan Petualangan). Sebagian besar isinya mengenai wilayah yang
sekarang dikenal sebagai Kepulauan Indonesia. Seperti kebanyakan orang Inggris
lainnya, dia juga enggan menggunakan nama yang berbau Belanda dan dia tidak
menutup-nutupi ketidak-sukaannya tersebut.
Dalam artikelnya GSW Earl menulis beberapa
nama untuk wilayah tersebut. Dia sering menulis antara lain “Indian Archipelago” (Kepulauan India),
atau hanya “Archipelago” (Kepulauan),
atau “The East Indian Archipelago”
(Kepulauan India Timur), dan satu kali dia menulis “Indian Islands” (Pulau-pulau India). Hal ini tentu membingungkan
para pembacanya.
Di beberapa biografi mengenai Earl, tidak
pernah ditulis, bahwa dia pernah mengenyam pendidikan formal di satu perguruan
tinggi. Semua pengetahuannya diperoleh melalui autodidak, belajar sendiri,
sehingga dia memiliki pengetahuan yang luas di berbagai bidang, termasuk bidang
hukum dan etnologi.
Sementara itu, seorang pengacara asal
Skotlandia, James Richardson Logan (10.4.1819 – 20.10.1869), membuka kantor
pengacara di Singapura. Di samping kegiatannya sebagai pengacara, Tahun 1847
Logan masih menyediakan waktu untuk menerbitkan satu jurnal ilmu pengetahuan
yang diberi nama The Journal of Indian Archipelago and Eastern Asia. (Jurnal Kepulauan
India dan Asia Timur), disingkat JIA. Dia
juga menjadi editor JIA dan menulis artikel-artikel.
Setelah menikah, tahun 1846 GSW Earl dan
isterinya pergi ke Sidney, Australia, dan kemudian bulan Februari tahun 1848
mereka ke Singapura. Tahun 1849 Earl bergabung dengan kantor pengacara Logan.
Earl juga berkontribusi dengan menulis artikel-artikel di jurnal yang
diterbitkan oleh Logan.
Tahun 1850 Earl memuat tulisannya yang berjudul
“On
the Leading Characteristics of the Papuan, Australian, and Melayu-Polynesian
Nations” (Tentang Karakteristik Utama Bangsa-Bangsa Papua, Australia
dan Melayu Polinesia) dalam Volume (Jilid) IV jurnal tersebut. Tidak diketahui
alasan mengapa Earl menulis penduduk Papua, Australia dan Melayu-Polinesia
sebagai bangsa.
Earl merasakan perlunya memberi nama untuk
cabang ras Polynesia berkulit coklat yang menghuni Kepulauan India. Atas dasar inilah dia
“menciptakan” nama Melayunesian. Sebenarnya dia “menciptakan” dua nama, yaitu “INDU-NESIAN”
dan “MELAYU-NESIAN.”
Namun kemudian dia memilih untuk menggunakan nama Melayunesian (singular/tunggal), yang artinya adalah orang Kepulauan
Melayu, dan nama wilayahnya menjadi Melayunesia.
Untuk mengetahui jalan pikiran Earl sampai
menciptakan kedua nama tersebut dan kemudian lebih memilih nama Melayunesian,
disampaikan di bawah ini sebagian dari catatan kaki Earl dalam artikelnya
tersebut. Catatan kaki ini ada dalam JIA Volume IV yang terbit bulan Februari
1850, halaman 71. Mengenai hal ini juga dimuat di harian The Straits Times, yang terbit di Singapura pada 26 Februari 1850, halaman 4. Earl menulis
a.l.:
"I have here found myself
under the necessity of inventing a term as applicable to the branch of the
Polynesian race inhabiting the Indian Archipelago, which, however, will be
sufficiently intelligible to the general reader without much explanation. The
term "Indian Archipelago by which our group of islands is now generally
known, cannot supply a concise and appropriate term for the native inhabitants ...
... Nevertheless the time has
arrived when a distinctive name for the brown
races of the Indian Archipelago is urgently required, and it should be
made to accord as closely as possible with the terms by which that portion of
the world is most generally known, namely "Indian Archipelago" or
"Malayan Archipelago." By adopting the Greek word for
"islands" as a terminal, for which we have precedent in the term
"Polynesia," the inhabitants of the Indian Archipelago or
"Malayan Archipelago" would become respectively Indu-nesians or Malayu-nesians.
I have chosen the latter for
several reasons. The first term would be too general and might be thought
equally applicable to the Ceylonese and to the natives of the Maldives and
Laccadives. The latter, on the other hand, will show on the face of it that it
is intended to apply to the brown races of the Archipelago, and it would be
some acknowledgement of the enterprise of Malayans in having extended their
voyages over the the entire Archipelago previous to the arrival of Europeans. Their language, too, is spoken at every sea
port with the exception of those of
the Northern Philippines. I would suggest, however, that I do not propose
offering the term for general use, but have merely adopted it for my own convenience in illustrating the subject now under review.”
Demikian dasar pemikiran Earl memberi nama
untuk cabang ras Polynesia berkulit coklat yang bermukim di Kepulauan India.
Dengan demikian, nama INDU-NESIAN (singular/tunggal), yang artinya adalah orang/penduduk di Kepulauan India, muncul pertama kali di dunia pada bulan
Februari 1850. Dan penduduk yang bermukim di Kepulauan India “baru mendapat nama.”
Karena Earl berpendapat, bahwa nama Indu-Nesians (plural/majemuk), yaitu orang-orang di Kepulauan India dapat berlaku
juga untuk penduduk Ceylon (sekarang Sri Lanka) dan penduduk Maladewa serta
Laccadewa, maka dia lebih memilih memberi nama Melayunesian untuk ras kulit coklat yang menghuni Kepulauan India
di Asia tenggara. Earl mengakui terus terang, bahwa dia memilih ini (Melayunesian) untuk kenyamanannya
sendiri.
Namun James Richardson Logan pendiri dan
editor Jurnal tersebut, senang dengan
nama Indunesian, dan melanjutkan
penggunaan nama itu dengan sedikit perubahan, yaitu mengganti huruf U dengan huruf O, menjadi INDONESIAN. Kedua suku kata tersebut berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Indo juga artinya India, dan Nesos artinya pulau. Jadi arti Indonesians (plural/majemuk) tetap sama, yaitu orang-orang di Kepulauan India.
Ini membedakan dengan penduduk yang berkulit hitam di bagian timur Asia yang
dinamakan Melanesians, yaitu Kepulauan
orang-orang berkulit hitam, termasuk Ambon, Timor dan Papua. Mela artinya
hitam.
Dalam jilid (volume) yang sama di Jurnal yang
terbit bulan Februari 1850 (halaman 252 – 347), Logan menulis artikel dengan
judul “The Ethnology of the Indian
Archipelago: Embracing enquiries into the Continental relations of the
Indo-Pacific Islanders”, (Etnologi Kepulauan India: Merangkul
pertanyaan-pertanyaan ke dalam hubungan penduduk-penduduk di pulau-pulau
Indo-Pasifik). Dalam artikel ini muncul pertama kali nama INDONESIA. Logan
sangat banyak menggunakan nama Indonesia dalam artikel ini. Dalam catatan kaki,
dia menjelaskan dasar pemikirannya mengapa dia menggunakan nama Indonesia. Dia
menulis:
The name Indian Archipelago is
too long to admit of being used in an adjective or in an ethnographical form,
Mr Earl suggests the ethnographical form Indu-nesians but rejects it in favour
of Malayunesians, (ante p. 71). For reasons which will be obvious on reading a
subsequent note. I prefer the pure geographical term Indonesla, which is merely a shorter synonym for the Indian Islands
or the Indian Archipelago. We thus get Indonesian for Indian Archipelago or
Archipelagic, and Indonesians for Indian Archipelagos or Indian Islanders.
{Terjemahannya: Nama
Kepulauan India terlalu panjang untuk digunakan dalam kata sifat atau dalam
bentuk etnografis, Mr Earl menyarankan bentuk etnografis Indu-nesians tetapi menolaknya demi nama Melayu-nesians, (sebelum halaman
71). Untuk alasan yang jelas saat membaca catatan selanjutnya, saya
lebih suka istilah geografis murni Indonesla,
yang hanya merupakan sinonim yang lebih pendek untuk Kepulauan India atau Archipelagis India. Karena itu,
kita mendapatkan Indonesian (tunggal)
untuk penghuni Kepulauan [Archipelago (tunggal)] India atau penghuni Archipelagic India, dan Indonesians (jamak) untuk para penghuni Kepulauan
[Archipelagos (jamak)] India atau orang-orang di Pulau-Pulau India}
Demikian penjelasan Logan dalam catatan kaki.
Artikel Logan menunjukkan, bahwa dia mengadopsi “ciptaan” Earl, yaitu
Indu-nesia, yang diaganti satu kata, “U” dengan “O”, menjadi Indonesia. Dengan
demikian, penduduk berkulit coklat di kepulauan India mendapat “nama baru” yang lebih singkat,
Indonesians, yaitu orang-orang di Kepulauan India, sedangkan wilayahnya
dinamakan Indonesia, mengganti nama yang agak panjang, Indian Archipelago.
Adalah Adolf Philipp Wilhelm Bastian
(26.6.1826 – 2.2.1905), seorang dokter Jerman yang mempopulerkan kata Indonesia
tersebut. Bastian bekerja sebagai dokter di kapal selama 8 tahun, yang membawanya
keliling dunia, termasuk ke Asia tenggara, Papua dan Australia. Dia melakukan
penelitian etnologis di daerah-daerah yang dikunjunginya dan kemudian menulis
hasil-hasil penelitiannya sebagai buku-buku. Antara tahun 1884 – 1994 Adof
Bastian menerbitkan 5 buku dengan judul Indonesien
oder die inseln des Malayischen Archipel (Indonesia, atau Pulau-Pulau di Kepulauan Malaysia). Jilid I berjudul Maluku, jilid II
Timor dan Pulau-Pulau Sekitarnya, jilid III Sumatera dan Daerah Sekitarnya,
jilid IV Kalimantan dan Sulawesi, jilid V Jawa dan Penutup. Adolf
Bastian kemudian menjadi Guru Besar Etnologi di Universitas Berlin, Jerman.
Sangat banyak orang Belanda yang
juga tidak mengetahui latar belakang “terciptanya” kata Indonesia, sehingga di
kalangan orang Belanda, Adolf Bastian disangka sebagai “pencipta” kata
Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penulisan-penulisan oleh orang-orang
Belanda di awal abad 20.
Russell Jones menemukan bukti yang
menunjukkan, bahwa referensi Adolf Bastian mengenai nama Indonesia berasal dari
James R. Logan, ada di dalam buku Bastian yang terbit tahun 1869 dengan judul “Reisen im Indischen Archipel. Singapore,
Batavia, Manilla und Japan,” (Perjalanan di Kepulauan India. Singapura,
Batavia, Manila dan Jepang),. Memang Bastian tidak menulis di daftar
Bibliografi dalam bukunya, namun pada akhir buku di halaman 534, dalam
appendix, terdapat catatan kaki yang membuktikan, bahwa Bastian mengambil nama
Indonesia dari Logan. Dalam catatan kaki tersebut ditulis:
“Logan unterscheidet in den Indo
pacifischen Sprachen das Polynesische (auf Tahiti, Neuseeland usw.), das
Papuanesische auf den New Hebriden, New-Caledonien u.s.w.), das Australische
(in Australien und Tasmanien), das Östlich Indonesische (von Aru bis Sumbawa
us.w.), das westlich Indonesische (auf den Philippinen, Formosa usw.), das
Micronesische (auf Carolinen, Radak. Pelew usw.)”
(Terjemahannya: Logan
membedakanbahasa-bahasa Indo-Pasifik
bahasa Polinesia (di Tahiti, Selandia Baru dsb.) bahasa Papua (di
New-Hebrida, New Caledonia dsb.) bahasa Australia (di Australia dan Tasmania), bahasa di Indonesia timur (dari
Aru sampai Sumbawa dsb.), bahasa di Indonesia
barat (di Filipina, Formosa dsb.), bahasa Mikronesia (di Carolina, Radak, Pelew
dsb.),
Russell Jones menulis, ini adalah bukti bahwa
Bastian merujuk pada tulisan Logan dalam menulis nama Indonesia. Bastian telah
membaca artikel Logan, 15 tahun sebelum menerbitkan buku-bukunya mulai tahun
1884 sampai tahun 1894.
Demikian hasil penelitian Russell Jones
mengenai asal-usul nama Indonesia.
Dalam Memoir-nya, Mohammad Hatta menulis, bahwa nama "INDONESIA" diperkenalkan oleh Prof. Cornelis van Vollenhoven. Dalam bukunya, van Vollenhoven menulis Indonesier (orang Indonesia) sebutan untuk pribumi di wilayah jajahan Belanda, dan tidak lagi menulis sebagai Indiër (orang India). Sebagai ajektiv ditulis "Indonesisch."
Tahun 1927 baru diketahui kesalahan van Vollenhoven, bahwa nama Indonesia bukan dari Adolf Bastian yang orang Jerman, melainkan dari seorang etnolog Inggris bernama Logan. hal ini terungkap dalam tulisan Dr. Kremer di Koloniaal Weekblad 3 Februari 1927, bahwa perkataan itu (Indonesier, Indonesisch) dalam tahun 1850 sudah dipakai oleh seorang etnolog Inggris bernama Logan dalam karangannya yang berjudul "The ethnology of the Indian Archipelago,"
Namun ini juga masih kurang tepat. Yang "menciptakan nama "Indunesian" adalah George Samuel Windsor Earl. kemudian diubah sedikit
menjadi “Indo-nesian” oleh James R.
Logan yang adalah seorang pengacara asal Skotlandia.
Seperti telah ditulis di atas, pada
waktu itu orang-orang Belanda masih menyangka, bahwa Adolf Bastianlah “pencipta”
nama Indonesia. demikian juga para
pendiri negara dan bangsa Indonesia, tidak mengetahui latar
belakang dan proses “terciptanya” nama Indonesia, bahwa yang menciptakan nama
Indonesia bukanlah orang Jerman, seperti yang disangka semula, melainkan
diciptakan oleh orang Inggris dan orang Skotlandia, yang adalah bagian dari
Britania Raya. Juga mereka tidak mengetahui, bahwa GSW Earl "menciptakan" nama untuk cabang ras Polynesia yang berkulit coklat yang menghuni kepulauan India. Untuk yang kurang memahami sejarah, perlu mengetahui, Inggris juga pernah mejajah wilayah jajahan Belanda
di Asia tenggara dari tahun 1811 – 1816, yang kemudian menjadi Republik Indonesia. Jadi Nama ‘INDONESIA” juga
“diciptakan” oleh mantan penjajah.
Nama Indonesia terlebih dahulu
dikenal oleh para pribumi dari Nederlands
Indie yang berada di Belanda. Pada tahun 1922 Indische
Vereeniging resmi mengganti namanya menjadi Indonesische Vereeniging. dengan demikian, organisasi ini merupakan organisasi pribumi jajahan Belanda, yang pertama kali menggunakan nama Indonesia sebagai nama organisasi, walaupun waktu itu, karena mereka di Belanda, maka masih dalam bahasa Belanda. Tahun 1925 nama Indonesische Vereeniging dari bahasa Belanda, resmi diganti menjadi Perhimpunan Indonesia (PI) dalam bahasa Melayu. Tahun 1925 nama majalah yang diterbitkan oleh PI, yaitu Hindia
Poetra, diganti menjadi Indonesia
Merdeka. Ini dilakukan di Belanda, dan ini merupakan "Pernyataan Perang" secara politis, bahwa penduduk di wilayah jajahannya akan mendirikan negara yang akan dinamakan INDONESIA YANG MERDEKA.
********
Gagasan NUSANTARA
Terbukti bahwa “pencipta” nama Indonesia
bukanlah Adolf Bastian, yang orang Jerman, melainkan orang Inggris, George
Samuel Windsor Earl, dan James
Richardson Logan, asal Skotlandia, bagian dari Britania Raya. Inggris juga
pernah menjajah wilayah yang sekarang termasuk bagian dari Negara Indonesia,
tahun 1811 – 1816.Yang mereka "ciptakan" adalah nama untuk cabang ras Polinesia berkulit coklat (brown race) yang menghuni Kepulauan India, tidak termasuk ras berkulit hitam di bagian timur Kepulauan India, yaitu Timor, Maluku dan Papua yang termasuk Melanesia.
Seandainya pada waktu itu para pendiri bangsa
dan negara Indonesia telah mengetahui, bahwa “pencipta” nama Indonesia bukanlah
seorang Jerman, melainkan seorang Inggris, yang juga mantan penjajah, apakah mereka
tetap akan menggunakan nama Indonesia untuk mengganti nama Nederlands Indie yang berasal dari penjajah?.
Apakah penduduk di Bumi Nusantara merasa bahwa negeri
ini memang tepat dinamakan "Kepulauan India", atau menilai, bahwa
negeri ini bukanlah bagian dari India? Seandainya bangsa ini sepakat untuk
meninggalkan nama yang diciptakan oleh mantan penjajah, maka Indonesia bukanlah
negara pertama yang mengganti nama peninggalan dari zaman penjajahan.
Banyak negara setelah merdeka mengganti nama yang “diciptakan” atau diberikan oleh penjajahnya, seperti Ceylon menjadi Sri Lanka, Burma menjadi Myanmar, Indo-Cina menjadi Vietnam, Rhodesia menjadi Zimbabwe, Gold Coast menjadi Ghana, South-West Afrika menjadi Namibia, dll.
Selain Indonesia, yang masih menggunakan nama yang “diciptakan” oleh orang-orang Inggris, negara yang masih tetap menggunakan nama peninggalan penjajahan adalah Philipina (Filipina). Ketika orang-orang Spanyol menguasai wilayah tersebut, sebagai persembahan kepada raja Spanyol, Philip, jajahan itu diberi nama Philipina.
Dapat menjadi bahan pertimbangan, untuk menggunakan nama yang telah 1000 tahun digunakan oleh leluhur Bangsa Indonesia, yaitu NUSANTARA!
Ada usulan lain?
********
Direvisi tanggal 9 Mei 2020.
[1]
Adolf Bastian mempublikasikan 5 buku hasil perjalanannya ke Asia tenggara yang
diterbitkan antara tahun 1884 – 1894, dengan judul “Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel (Indonesia,
atau Pulau-Pulau di Kepulauahn Malaysia). Pada waktu itu sangat banyak ilmuwan Eropa,
termasuk orang-orang Belanda, yang mengira bahwa Adolf Bastianlah “pencipta “
nama Indonesia.
[2] Russell
Jones, Earl, Logan and “Indonesia.” Archipel, Volume 6 1973 halaman 93 – 118.
*****
Subscribe to:
Posts (Atom)