Monday, October 26, 2009

Dubes Belanda Harus Hadir Pada Peringatan Peristiwa Pembantaian di Rawagede, 9 Desember 2008


Dubes Belanda Dr. Nikolaos van Dam bersama Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB), Batara R. Hutagalung, di Monumen Rawagede, 912.2008

PERISTIWA BERSEJARAH!

Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia, Dr. Nikolaos van Dam, akhirnya pada Peringatan Peristiwa Pembantaian di Rawagede, yang akan diselenggarakan di Monumen Rawagede pada 9 Desember 2008, dan memberikan sambutan.
Ini untuk pertamakalinya pejabat tertinggi perwakilan Belanda di Indonesia hadir pada acara peringatan peristiwa kekejaman tentara Belanda di Indonesia antara tahun 1946 – 1949, selama agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda dalam upaya menjajah kembali Indonesia, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Pada 9 Desember 1947, tentara Belanda membantai 431 penduduk desa, semua laki-laki di atas usia 15 tahun,

Latar belakang kehadiran Duta Besar Belanda

Pada 18 November 2008, di Tweede Kamer (parlemen Belanda) dibahas mosi (usulan) yang dimajukan oleh Harry van Bommel, anggota parlemen Belanda dari Partai Sosialis, yang isinya mendesak pemerintah Belanda untuk mengutus Duta Besar Kerajaan Belanda untuk Republik Indonesia menghadiri acara Peringatan Peristiwa Pembantaian di Rawagede 9 Desember 1947, yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2008 di Monumen Rawagede, Desa Balongsari, Kecamatan Rawamerta, Kabupaten Karawang.

Setelah dilakukan voting, mayoritas anggota parlemen menyetujui usulan tersebut sebagai keputusan Parlemen Belanda.
Setelah usulannya diterima, Van Bommel mengatakan: ”Ik ben heel blij dat de Kamer wil dat de hoogste vertegenwoordiger van de Nederlandse regering in Indonesië de herdenking bezoekt. Dit kan het langverwachte begin zijn van de erkenning van de misdaden die toen door Nederlandse militairen zijn gepleegd.” (“Saya sangat gembira karena parlemen menginginkan agar perwakilan tertinggi pemerintah Belanda di Indonesia menghadiri peringatan tersebut. Hal ini dapat menjadi awal yang telah lama dinantikan dari pengakuan atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan militer Belanda pada saat itu.”).

Ik zal het goede nieuws over het bezoek van de ambassadeur persoonlijk aan de vertegenwoordigers van de bevolking van Rawagadeh overbrengen”, aldus Van Bommel. (“Saya akan menyampaikan kabar baik tentang kunjungan Duta Besar tersebut secara pribadi kepada perwakilan dari penduduk Rawagede.“)

Hari itu juga (di Jakarta pukul 23.30), Harry van Bommel dari Belanda menelepon Batara R Hutagalung, Ketua Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) di Jakarta guna menyampaikan berita yang sensasional tersebut.
(Teks lengkap berita dari Belanda, lihat lampiran di bawah ini)

Sebagaimana diketahui, pada 9 Desember 1947, tentara Belanda membunuh 431 penduduk desa Rawagede (kini bernama Balongsari) –semua laki-laki di atas 15 tahun- dalam operasi militer mencari Kapten TNI Lukas Kustario, yang mereka duga berada di desa tersebut. Para petani tersebut ditembak mati dengan menggunakan metode eksekusi di tempat (standrechtelijke excecuties), yang digunakan oleh Raymond Westerling di Sulawesi Selatan, 11 Desember 1946 – 21 Februari 1947.

KUKB segera mengirim undangan resmi kepada Duta Besar Belanda Untuk Republik Indonesia. Dari sekretaris Duta Besar Belanda, KUKB memperoleh jawaban, bahwa Duta Besar Dr. Nikolaos van Dam dipastikan akan hadir pada peringatan tersebut. Hal ini tentu merupakan suatu peristiwa bersejarah, karena untuk pertamakalinya pimpinan tertinggi perwakilan Belanda –yang merupakan wakil pemerintah Belanda- di Republik Indonesia menghadiri acara peringatan peristiwa kejahatan perang (war crimes) dan kejahatan atas kemanusiaan (crimes against humanity) yang dilakukan oleh tentara Belanda di Indonesia selama agresi militer yang dilancarkan oleh Belanda antara tahun 1946 – 1949, dalam upaya Belanda menjajah kembali bangsa Indonesia, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Selama 60 tahun, pemerintah Belanda –dibantu oleh pemerintah Indonesia dan banyak sejarawan Indonesia- berusaha menutup-tutupi masa lalu yang hitam dalam sejarah Belanda. Namun justru banyak kalangan di Belanda, termasuk kini parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda untuk mengakui kesalahan di masa lalu dan meminta maf serta memberikan ganti rugi atas kerusakan yang ditimbulkan oleh agresi militer Belanda tersebut.

Pada 17 Agustus 2005, Menlu (waktu itu) Ben Bot hadir dalam peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta. Ini untuk pertama kalinya seorang menteri cabinet Belanda hadir dalam acara 17 Agustus di Jakarta.

Dalam sambutannya di Jakarta pada 16 Agustus 2005, Menlu Belanda Ben Bot mengakui bahwa: “In retrospect, it is clear that its large-scale deployment of military forces in 1947 put the Netherlands on the wrong side of history.” Namun setelah itu, tidak ada tindaklanjut atau konsekwensi dari ucapannya tersebut.
Selain itu, Ben Bot juga mengatakan, bahwa kini pemeintah Belanda menerima proklamasi 17 agustus 1945 secara moral dan politik, atau hanya menerima de facto, dan tidak mengakui de jure (secara yuridis). Hal ini tentu sangat mengejutkan, bahwa hingga 17 Agustua 2005, ternyata di mata pemerintah Belanda Republik Indonesia tidak eksis sama sekali. Ben Bot dalam wawancara di Metro TV pada 18 Agustus 2005 mengatakan, bahwa pengakuan yuridis telah diberikan akhir tahun 1949 (27 Desember 1947), yaitu kepada Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS sendiri telah dibubarkan pada 16 Agustus 1950.

Kebijakan yang menempatkan Belanda pada “sisi yang salah dari sejarah”, telah memakan banyak korban di kedua belah pihak, terutama di pihak Indonesia.
Salah satu “ladang pembantaian” yang dilakukan oleh tentara Belanda adalah di Desa Rawagede (kini bernama Balongsari).

Bagi yang berminat untuk mengetahui mengenai pembantaian di Rawagede, 9 Desember 1947, lihat:





=====================================================

http://www.tweedekamer.nl/images/18-11-2008_tcm118-176070.pdf
TWEEDE KAMER DER STATEN-GENERAAL
STEMMINGSUITSLAGEN
Dit bestand bevat de stemmingsuitslagen van de stemmingen in de Tweede Kamer. Onder elke
pagina is een legenda opgenomen met een verklaring van de gebruikte afkortingen. Bij
amendementen die uit meer onderdelen bestaan is de uitslag alleen bij het eerste onderdeel vermeld.
Indien de stemmen staken komt dit tot uiting door het opnemen van de in dat geval geconstateerde
stemverhouding.

18 november 2008
31 700-V, nr. 31 -de motie-Van Bommel over de aanwezigheid van de Nederlandse
ambassadeur op de herdenking in Rawagade A (A = Aangenomen)

===================================

http://www.sp.nl/wereld/nieuwsberichten/6208/081118-ambassadeur_naar_herdenking_bloedbad_in_rawagadeh.html
Ambassadeur naar herdenking bloedbad in Rawagadeh
18-11-2008 • Een meerderheid van de Tweede Kamer heeft ingestemd met het voorstel van SP-Kamerlid Van Bommel om de Nederlandse ambassadeur naar de herdenking van de massamoord in het Indonesische plaatsje Rawagadeh te sturen. Van Bommel: ”Ik ben heel blij dat de Kamer wil dat de hoogste vertegenwoordiger van de Nederlandse regering in Indonesië de herdenking bezoekt. Dit kan het langverwachte begin zijn van de erkenning van de misdaden die toen door Nederlandse militairen zijn gepleegd.”
De herdenking in Rawagedeh, een klein plaatsje op Java, vindt plaats op 9 december. Op die dag in 1947 vermoordden Nederlandse troepen daar ruim vierhonderd mensen uit wraak omdat zij een Indonesische strijder niet konden vinden in het dorp. Op dit moment is nog een kleine groep nabestaanden van slachtoffers en één overlevende van het drama in leven. Ze vragen om erkenning van de misdaden van toen en om verzoening nu. Zij hebben aangedrongen op aanwezigheid van een hoge vertegenwoordiger uit Nederland op hun herdenking en zien dit als belangrijke stap in het proces van verzoening. De Nederlandse regering is in dit proces zeer terughoudend geweest tot nu toe. Pas in 2007, zestig jaar na de feiten, werd een laaggeplaatste ambtenaar naar de bijeenkomst gestuurd.
Van Bommel hoopt dat naast de ambassadeur ook de Nederlandse veteranen, die toentertijd verplicht waren in Indonesië te vechten, de uitgestoken hand van de bevolking aannemen en dat sommigen van hen naar de herdenking in Rawagadeh gaan. “Ik zal het goede nieuws over het bezoek van de ambassadeur persoonlijk aan de vertegenwoordigers van de bevolking van Rawagadeh overbrengen”, aldus Van Bommel.
=================================
Terjemahannya (Oleh Sarah Sayekti):
Mayoritas (lihat catatan di bawah) anggota parlemen Belanda sepakat dengan usulan anggota parlemen dari partai Sosialis (SP), van Bommel untuk mengutus Duta Besar Kerajaan Belanda ke peringatan peristiwa pembantaian massal di Rawagede. Van Bommel: “Saya sangat gembira karena parlemen menginginkan agar perwakilan tertinggi pemerintah Belanda di Indonesia menghadiri peringatan tersebut. Hal ini dapat menjadi awal yang telah lama dinantikan, dari pengakuan atas kejahatan-kejahatan yang dilakukan militer Belanda pada saat itu.”
Peringatan di Rawagede, sebuah tempat kecil di pulau Jawa, akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember. Di hari itu pada tahun 1947 pasukan Belanda membunuh sekitar empat ratus orang sebagai balas dendam karena mereka tidak dapat menemukan seorang pejuang Indonesia di desa itu. Saat ini hanya ada sekelompok kecil ahli waris dari para korban dan seorang saksi hidup dari peristiwa tersebut yang masih hidup. Mereka menuntut pengakuan atas berbagai tindakan kejahatan dari masa lalu dan perdamaian untuk saat ini. Mereka mendesak perwakilan tertinggi Belanda untuk hadir dalam peringatan dan memandang hal ini sebagai langkah penting dalam proses perdamaian. Pemerintah Belanda sangat tertutup dalam proses ini hingga saat ini. Pada tahun 2007, enam puluh tahun setelah peristiwa, seorang pegawai rendahan diutus untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Van Bommel berharap bahwa selain Duta Besar, anggota veteran Belanda yang pada saat itu sebagai wajib militer ikut berperang di Indonesia, akan menerima uluran tangan masyarakat dan bahwa sebagian dari mereka akan datang ke peringatan di Rawagede. “Saya akan menyampaikan kabar baik tentang kunjungan Duta Besar tersebut secara pribadi kepada perwakilan dari penduduk Rawagede. “

Catatan:
Harry van Bommel memberi keterangan mengenai partai yang mendukung dan yang tidak mendukung mosi yang disampaikannya di parlemen sebagai berikut:

Yang mendukung mosi adalah:
Partai van de Arbeid (PvdA)/Partai Buruh, partai koalisi di pemerintah – 33 kursi
Christen Unie (CU), partai koalisi di pemerintah – 6 kursi
Socialistische Partij (SP), oposisi – 25 kursi
Groen Links (GL)/Hijau-Kiri, oposisi – 7 kursi
Democraten 66 (D66) oposisi – 3 kursi
Partij voor de dieren (PvdD)/Partai Penyayang Hewan – oposisi – 2 kursi
Jumlah: 76 kursi

Yang menolak mosi adalah:
Christen Democratisch Appel (CDA) partai koalisi di pemerintah - 41 kursi
Volkspartij voor Vrijheid en Democratie (VVD), oposisi – 21 kursi
Partij voor de Vrijheid (PVV), oposisi – 9 kursi
Staatkundig Gereformeerde Partij, oposisi – 2 kursi
Verdonk, oposisi – 1 kursi
Jumlah: 74 kursi

No comments: