Sunday, April 26, 2020

INDONESIA DARURAT PENULISAN SEJARAH YANG SEBENARNYA, DAN SOSIALISASINYA KE MASYARAKAT

 

INDONESIA DARURAT PENULISAN SEJARAH YANG SEBENARNYA DAN

SOSIALISASINYA KE MASYARAKAT


Catatan Batara R. Hutagalung

Respon dan reaksi terhadap satu tulisan dan satu rekaman wawancara  yang saya pada akhir bulan Desember 2019 di berbagai media menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengetahui mengenai peristiwa2 sejarah yang sangat penting untuk bangsa dan negara Indonesia, bahkan juga mengenai peristiwa bersejarah yang menyangkuthidup - matinya Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Yang pertama mengenai yang dinamakan HARI BELA NEGARA. Mengenai makna dan peristiwa yang mendasari ditetapkannya tanggal 19 Desember menjadi Hari Bela Negara telah saya sampaikan secara rinci dalam wawancara saya di Bravos Radio tanggal 19 Desember 2019. Selain saya posting rekaman wawancara tersebut ke berbagai grup di media sosial, juga saya ke bebagai tokoh, a.l. kepada seorang mantan Menteri Pendidikan. Beliau menjawab dengan terus terang, bahwa beliau juga tidak mengetahui yang dinamakan Hari Bela Negara.
(Lihat Wawancara saya tgl. 19.12.2019: 


Tidak tertutup kemungkinan, bahwa sebagian besar penyelenggara negara juga tidak mengetahui mengenai Hari Bela Negara, walaupun telah resmi ditetapkan sejak tahun 2006.

***

Yang kedua, tiga hari setelah tanggal 19 Desember 2019 saya posting tulisan mengenai yang dinamakan HARI IBU.
(Lihat: (Artikel saya di rmol, "22 Desember: Hari Juang Perempuan Indonesia."


99% pembaca artikel tersebut baru mengetahui, bahwa Hari Ibu di Indonesia yang ditetapkan melalui Keppres No. 316 tahun 1959 sama sekali tidak ada kaitan dengan yang dinamakan Mother’s Day yang dirayakan di Amerika Serikat dan di negara2 di Eropa. Bukan hanya latar belakangnya saja yang tidak sama, melainkan juga waktunya sangat berbeda. Hari Ibu di Indonesia DIPERINGATI pada 22 Desember, sedangkan di Amerika Serikat dan di Eropa DIRAYAKAN pada bulan Mei. 

Di Amerika Serikat, Mother’s Day pertama kali dilakukan oleh Anna Maria Jarvis pada 12 Mei 1907 di Grafton (West Virginia,  USA), untuk mengenang ibunya pada hari Minggu, dua hari setelah ibunya meninggal. Setahun kemudian, dia mendesak pihak Gereja Methodis di Grafton untuk mengadakan peringatan bagi semua ibu2 sebagai wujud kecintaan kepada ibu2 yang telah meninggal. Kemudian kegiatan tersebut menjadi kegiatan nasional yang ditetapkan oleh Kongres USA pada 8 Mei 1914. Setelah itu menjalar ke negara2 di Eropa.

Mother’s Day di Amerika Serikat yang awalnya untuk mengenang ibunda yang sudah meninggal, bergeser menjadi perayaan untuk para ibu yang sangat komersial, diwarnai dengan pemberian hadiah kepada para ibu. Rata2 pengeluaran setiap orang untuk memberi hadiah sekitar US$ 172. Keuntungan yang diperoleh para pedagang adalah tertinggi kedua setelah perayaan Natal. Di Jerman, perayaan Muttertag (Hari Ibu) diwarnai dengan pemberian bunga untuk para Ibu. Keuntunga para penjual bunga adalah yang tertinggi dalam setahun.

Kebanyakan merayakannya pada bulan Mei, namun tanggal perayannnya di Amerika Serikat dan di berbagai negara di Eropa berbeda-beda.

Anna Maria Jarvis, penggagas Mother’s day kecewa dengan perkembangan ini dan membuat gerakan untuk menghentikannya, namun tidak berhasil. Terbukti sampai sekarang Mother’s Day masih dirayakan di Amerika.

***

Di Indonesia, akibat kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai latar belakang Hari Ibu, beberapa tokoh agama yang terkenal mengaitkan Hari Ibu di Indonesia dengan Mother’s Day di Amerika Serikat dan di negara2 di Eropa. Tokoh2 agama tersebut melarang umatnya untuk memberi ucapan “Selamat Hari Ibu.”

Di bawah ini beberapa link di youtube mengenai pernyataan2 beberapa tokoh agama yang melarang umatnya mengucapkan “Selamat Hari Ibu/”

- Ustadz Khalid Basalamah


***

- Ustadz Abdul Somad


********

- Buya Yahya.


***

- Ust. Syafiq Riza Basalamah.


***

Ini adalah dua contoh dari sekian banyak peristiwa sejarah yang keliru dimaknai atau dipahami. Fakta2 sejarah kedua peristiwa tersebut sebenarnya sangat jelas ditulis di buku2 sejarah.

Dari contoh Hari Ibu terlihat, bahwa bukan hanya para penyelenggara negara saja yang harus mengetahui sejarah, melainkan semua lapisan dan elemen masyarakat, termasuk para tokoh agama, agar tidak memberi penilaian atau larangan, tanpa mengetahui hal2 yang dikatakan.

Yang menjadi masalah yang lebih besar adalah peristiwa2 yang memiliki nilai sejarah yang sangat besar untuk bangsa dan negara Indonesia, salah ditulis dalam buku2 sejarah atau salah memberi penafsiran. Penulisan mengenai sejarah tidak lepas dari sudut pandang dan tafsir/interpretasi penulis. Penelitian2 yang dilakukan oleh para ilmuwan asing, terutama oleh bangsa Belanda, Inggris dan Perancis yang adalah para mantan penjajah sangat diragukan kebenarannya, apakah benar2 obyektif, karena terbukti banyak penulisan sejarah untuk kepentingan mereka.. terutama tentu dari sudut pandang penjajah.

Oleh karena itu, agar generasi Indonesia mendatang tidak lagi membaca buku2 sejarah yang salah, sudah sangat mendesak dilakukan penelitian dan penulisan ulang semua buku2 sejarah untuk sekolah2.

Jakarta, 23 Desember 2019

***

No comments: