Friday, November 16, 2012

Latar Belakang pengesahan UU MIGAS 2001, dan pembatalannya oleh MK.


Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Migas (disahkan tahun 2001), maka pemerintah harus mematuhi putusan MK dan membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (BP Migas).

Beragam reaksi dan tulisan muncul sehubungan dengan hal ini. Sebagimana biasanya, tentu ada pro dan kontra, ada yang senang dan ada yang sedih, terutama para direksi dan staf BP Migas tersebut, karena konon gaji mereka setinggi langit. Juga dengan kantor-kantor yang mewah, yang bahkan lebih mewah daripada kantor menteri.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya kontraktor yang memanipulasi perhitungan, yang merugikan  negara sebesar 1,7 milyar US $  (sekitar 16,1 trilyun rupiah).
Yang ingin mempertahankan BP Migas berargumentasi, bahwa ini adalah produk reformasi, untuk memperbaiki system yang dilakukan di masa Orde Baru.

Beberapa tulisan menyoroti proses pembahasan dan pengesahan undang-undang Migas tahun. 2001.

Ada dua tulisan yang sangat menarik sehubungan dengan proses pembahasan dan pengesahan UU tersebut.

Yang pertama dari Lin Che Wei, ekonom, yang menulis di facebooknya. Yang kedua dari Teguh Santosa, Chief Editor Rakyat merdeka-Online/ Chairman of Foreign Affairs of the PP Pemuda Muhammadiyah, yang menulis di weblognya.


Salam,

Batara R. Hutagalung


======================================


Badut Politik dalam Kasus Pembubaran BP MIgas dan UU MIgas tahun 2001 
(Oleh Lin Che Wei)

 Babak 1 -
Proses pembahasan dan pengundang-undangan UU Migas 2001 terjadi antara tahun 1999 sampai 2001. UU MIgas di undang-undangkan pada bulan November 2001.
 UU Migas ini merupakan produk pembahasan antara Pemerintah pada masa itu dan DPR pada masa itu.

 Marilah Kita melihat siapa saja aktor politik tersebut.

 Ketua MPR - Amien Rais (Mantan ketua Muhammadiyah -dari PAN)
 Ketua DPR - Akbar Tanjung (Golkar - Mantan Aktivis HMI)
 Ketua Komisi VIII - DPR - Irwan Prajitno (dari Partai Keadilan)
 Pada saat itu Poros Tengah (Koalisi dari beberapa partai berbasis islam seperti PAN, PKB, PBB, PPP) sedang naik daun dan sangat berpengaruh di Parlemen karena mereka adalah 'king maker' dari naiknya Gus Dur menjadi Presiden.
 Yang menarik di dalam pembahasan tersebut dan perundang-undangan UU MIgas tersebut... adalah :

 Semua Fraksi di DPR (kecuali satu fraksi kecil), semua partai berbasis islam (termasuk Partai Keadilan, PAN, PPP, PBB, PKB) dan juga partai besar (PDI-P dan Golkar) mendukung ratifikasi dari UU Migas. Sangat ironis karena satu-satunya partai yang justru menyatakan keberatan adalah Fraksi Demokrasi Kasih Bangsa (Partai kecil yang berbasis agama kristen).

 Pada saat tersebut (1999-2001 periode - periode pembahasan dan ratifikasi)
 - Kwik Kian Gie adalah Menko Perekonomian (PDI-P) dan kemudian menjadi Ketua Bappenas.
 - Rizal Ramlie adalah mantan Menkeu/Menko Perekonomian waktu zaman Gus Dur.
 - Mahfud MD adalah Menteri Pertahanan dan sempat menjadi Menteri Hukum Dan Perundangan-Undangan zaman Gus Dur.
 Semua komponen pemerintah dan parlemen pada waktu itu setuju untuk meratifikasi UU Migas 2001 dan melahirkan BP MIgas. Berdasarkan rekomendasi dari Kwik Kian Gie, ketika terjadi penggantian Dirut Pertamina, Martiono Hadianto (yg menentang RUU Migas pada saat itu). Kwik sangat merekomendasi Baihaki Hakim untuk menggantikan Martiono. Di masa Baihaki inilah Pertamina melepaskan wewenangnya dan mengalihkannya ke BP Migas.

 Babak ke 2 -
Adegan Mahkamah Konstitusi tahun 2012.

 Para Pemohon di pengadilan konstitusi :
 1. Muhamadiyah
 2. Hasyim Muzadi dari NU
 3. Ormas-ormas islam seperti Hizbut Thahir.
 4. Kwik Kian Gie
 5. Rizal Ramlie
 dan yg lain-lain.....menuntut UU Migas 2001.

 Ketua Mahkamah Konstitusi :
 Mahfud MD (mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur).

 Putusan : 7-1, MK menyatakan UU Migas 2001 cacat dan BP Migas dibubarkan. BP Migas tidak sesuai dengan UU.

 Catatan : Mengapa partai-partai tersebut justru menyetujui RUU tersebut menjadi UU? Pak Kwik Kian Gie, mengapa anda tidak ribut-ribut ketika anda justru sangat berkuasa sebagai Menko Ekuin. Pak Rizal Ramlie, mengapa anda tidak menyatkan keberatan anda justru dizaman reformasi dimana anda adalah Menkeu dan Menko. Pak Mahfud MD - mengapa kita tidak membahas soal Energy Security issue ketika anda menjadi Menhan? Oh ya saya juga baru sadar bahwa anda adalah ketua kehormatan ikatan alumni NU yang juga ikut di dalam menggugat putusan tersebut.
 Partai-partai ini sekarang membatalkan produk hukum yang justru merupakan persetujuan produk legislative process.

 Ada baiknya kita melepaskan attribut keagamaan apabila kita berdebat soal kebijakan publik. Tidak arif orang menggunakan attribut agama untuk pro dan con terhadap kebijakan publik.

 Jangan pernah lupa akan rekam jejak dari politik. Dan jangan biarkan politician (atau lebih tepatnya Badut-badut politik) berakobrat danmencari popularitas semata.

 Untuk membentuk tatanan hukum migas dan struktur migas yang baik diperlukan bertahun-tahun bahkan puluhan tahun. Untuk menghancurkannya hanya butuh sekejap.

 Saya tidak terlalu mempermasalahkan dan tidak beropini apakah UU Migas 2001 benar atau salah. Yang saya sedih adalah melihat kelakuan orang yang ikut bertanggung jawab dalam pembentukan tersebut dan sekarang bersama-sama menghancurkannnya

 Lin Che Wei

======================================

Teguh Santosa


Siapa yang Jadi Badut Politik di Balik UU Migas

Friday 16 Nov 2012

 Posted  by teguhtimur in BERITA, CATATAN

Sebuah artikel yang tengah beredar luas di jejaring media sosial yang ditulis ekonom Lin Che Wei mengkritik sepak terjang sejumlah tokoh yang mengajukan judicial review terhadap UU 22/2001 tentang Migas. Judicial review ini, seperti telah diketahui bersama, berujung pada antara lain pembubaran BP Migas.

 Artikel tersebut mempertanyakan konsistensi dan itikad para penggugat. Menurut si penulis artikel, beberapa di antara penggugat seperti DR. Rizal Ramli dan Kwik Kian Gie yang menjadi ahli kunci dalam persidangan judicial review yang digelar Mahkamah Konstitusi, dan bahkan Ketua MK Mahfud MD, terlibat dalam pemerintahan ketika draft RUU Migas itu dibahas dan akhirnya diputuskan menjadi UU.

 “Pak Kwik Kian Gie, mengapa Anda tidak ribut-ribut ketika Anda justru sangat berkuasa sebagai Menko Ekuin. Pak Rizal Ramli, mengapa Anda tidak menyatakan keberatan Anda justru di zaman reformasi dimana Anda adalah Menkeu dan Menko. Pak Mahfud MD, mengapa tidak membahas soal Energy Security issue ketika Anda menjadi Menhan?” antara lain tanya si penulis artikel yang diberi judul Badut Politik dalam Kasus Pembubaran BP Migas dan UU Migas tahun 2001.

 Bila tidak benar-benar memperhatikan apa yang terjadi beberapa tahun lalu, di awal-awal masa reformasi, maka sepintas apa yang dipertanyakan dalam artikel itu terkesan benar.

 Namun bila kronik reformasi kembali diteliti maka dapat dipahami apa yang sesungguhnya terjadi dan dapat disimpulkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam artikel tersebut di atas tidak memiliki dasar, kecuali mungkin sentimentil dan emosional semata.

 Penjelasan tambahan namun penting mengenai riwayat draft UU Migas yang kontroversial ini masih dapat ditemukan dalam archive Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia di Jakarta. Pada tanggal 29 Agustus 2008 Kedubes AS mengeluarkan pernyataan resmi mengenai keterlibatan USAID dalam apa yang disebut sebagai proses reformasi sektor energi.

 Dalam dokumen itu disebutkan bahwa pada awal 1999 Kuntoro Mangkusubroto yang ketika itu adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral meminta bantuan USAID mereview sebuah draft RUU Migas. USAID menyambut positif undangan itu dan selanjutnya bersama pemerintah Indonesia menandatangani Strategic Objective Grant Agreement (SOGA) yang berlaku untuk lima tahun.

 Dalam SOGA itu, USAID menyediakan dana sebesar 20 juta dolar AS untuk membentuk tim asistensi baik yang long term maupun short term, juga menggelar berbagai workshop dan pelatihan. Pun disebutkan bahwa USAID memobilisasi tiga tim asistensi untuk keperluan ini.

 Dokumen Kedubes AS juga mengakui bahwa upaya meloloskan UU Migas tidaklah mudah. Pembahasan yang dilakukan pemerintah dan parlemen berlangsung dengan sangat serius (very intense delibration).

 “The draft oil and gas law was subjected to very intense deliberations by GOI and DPR during the President Yudhoyono’s tenure as Minister of Energy, and was enacted in 2001 under current Minister Purnomo Yusgiantoro,” demikian tertulis pada bagian akhir pernyataan Kedubes AS itu.

 Fraksi ABRI di parlemen ketika itu, termasuk pihak yang menolak dengan keras draft RUU Migas versi Kuntoro Mangkusubroto itu. Sikap Fraksi ABRI ini dipengaruhi penasihat ekonomi fraksi, DR. Rizal Ramli.

 Tokoh lain yang menolak keras adalah ekonom senior Kwik Kian Gie yang dalam Kabinet Persatuan Nasional (pertama) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur menduduki posisi Menko Ekuin.

 Pembahasan draft RUU Migas itu pun terhenti. Pemerintahan Gus Dur tak pernah mengajukannya ke parlemen.

 Tetapi, kekuasaan Gus Dur semakin rapuh. Pada 10 Juli 2000 Kwik Kian Gie mengundurkan diri dari kabinet Gus Dur bersama dengan beberapa menteri lain.

 Untuk menyelamatkan pemerintahan, pada 23 Agustus Gus Dur mengumumkan susunan baru Kabinet Persatuan Nasional. Dalam susunan baru ini, posisi Menko Ekuin diisi DR. Rizal Ramli yang sebelumnya adalah Kepala Bulog. Sikap keras Kwik Kian Gie menentang draft RUU Migas itu pun dilanjutkan Rizal Ramli.

Selain Rizal Ramli, SBY pun berubah status. Ia dimutasi ke posisi Menko Polkam menggantikan Suryadi Sudirja yang menempati posisi Menko Polkam sejak Wiranto mengundurkan diri bulan Februari 2000. Sementara Mahfud MD sebagai pendatang baru ditempatkan pada posisi Menteri Pertahanan.

 Susunan Kabinet Persatuan Nasional (kedua) ini pun tidak bertahan lama. SBY termasuk dalam kelompok menteri yang mengundurkan diri dari kabinet Gus Dur ketika perpecahan Gus Dur dan Megawati Soekarnoputri semakin nyata.

 Pada 1 Juni 2001, Gus Dur melantik Agum Gumelar sebagai pengganti SBY di posisi Menko Polkam, juga sejumlah tokoh lain untuk mengisi beberapa kursi kosong.

 Kabinet Persatuan Nasional yang dipimpin Gus Dur akhirnya benar-benar bubar bersama kejatuhan sang presiden pada 23 Juli 2001.

 Sejak kejatuhan Gus Dur, anasir-anasir yang menginginkan draft RUU Migas itu segera diundangkan bekerja keras dengan sangat intensif. Akhirnya, hanya empat bulan setelah Gus Dur meninggalkan Istana Negara, pada 23 November 2001 draft itu pun diresmikan menjadi UU Migas.

                *******