Wednesday, April 29, 2020

Batara R. Hutagalung Tamu di Jaya Suprana Show

Batara R. Hutagalung Tamu di Jaya Suprana Show tanggal 10 Maret 2020

Silakan klik:


######## 

Tanggal 10 Maret 2020, saya menjadi tamu di Jaya Suprana Talk Show.
Tema yang dibicarakan sehubungan dengan kunjungan Raja Belanda ke Indonesia tanggal 9 – 13 maret 2020. Saya jelaskan, bahwa hingga kini (tahun 2020) pemerintah Belanda tetap tidak mau mengakui de jure kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

Dalam pernyataannya tanggal 10 Maret 2020 di Jakarta, Raja Belanda mengukuhkan pernyataan Menlu Belanda, Ben Bot di Jakarta tanggal 16 Agustus 2005, bahwa sejak tanggal 16.8.2005, pemerintah Belanda MENERIMA Proklamasi 17.8.1945 secara politis dan moral. Artinya hanya DE FACTO, tidak DE JURE. 


Ini teks lengkap pernyataan raja belanda di Jakarta, 10.3. 2020:


********
Di bawah ini teks lengkap pidato Menlu Belanda Ben Bot di Jakarta, 16 Aguatus 2005


==============
Di bawah ini teks lengkap pidato Ben Bot di Den Haag, 15 Agustus 2005 (bahasa Belanda).


Di sini dia mengatakan, bahwa dalam kunjungannya ke Jakarta tanggal 16.8.2005, dia akan menyampaikan, bahwa pemerintah Belanda mulai saat itu (2005) akan MENERIMA (AANVARDEN) PROKLAMASI 17.8.1945 SECARA DE FACTO.

Artinya, sampai 16.8.2005, untuk pemerintah Belanda, NKRI tidak eksis samasekali. Setelah 60 tahun Indonesia MERDEKA DAN BERDAULAT, pemerintah Belanda berkenan MENERIMA PROKLAMASI 17.8.1945 SECARA MORAL DAN POLITIS. TETAPI TIDAK SECARA YURIDIS!

Jadi Belanda hanya menerima eksistensi NKRI secara de facto, tetapi tetap tidak mau mengakui de jure.

==============

Rekaman kunjungan saya keempat kali ke parlemen Belanda, tanggal 9 Oktober 2013.

Saya dan delegasi KUKB diterima oleh dua anggota parlemen Belanda, Angelien Eijsink dari PvdA (Partai Buruh) dan Harry van Bommel dari Partai Sosialis.


***




Sunday, April 26, 2020

INDONESIA DARURAT PENULISAN SEJARAH YANG SEBENARNYA, DAN SOSIALISASINYA KE MASYARAKAT

 

INDONESIA DARURAT PENULISAN SEJARAH YANG SEBENARNYA DAN

SOSIALISASINYA KE MASYARAKAT


Catatan Batara R. Hutagalung

Respon dan reaksi terhadap satu tulisan dan satu rekaman wawancara  yang saya pada akhir bulan Desember 2019 di berbagai media menunjukkan, bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak mengetahui mengenai peristiwa2 sejarah yang sangat penting untuk bangsa dan negara Indonesia, bahkan juga mengenai peristiwa bersejarah yang menyangkuthidup - matinya Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Yang pertama mengenai yang dinamakan HARI BELA NEGARA. Mengenai makna dan peristiwa yang mendasari ditetapkannya tanggal 19 Desember menjadi Hari Bela Negara telah saya sampaikan secara rinci dalam wawancara saya di Bravos Radio tanggal 19 Desember 2019. Selain saya posting rekaman wawancara tersebut ke berbagai grup di media sosial, juga saya ke bebagai tokoh, a.l. kepada seorang mantan Menteri Pendidikan. Beliau menjawab dengan terus terang, bahwa beliau juga tidak mengetahui yang dinamakan Hari Bela Negara.
(Lihat Wawancara saya tgl. 19.12.2019: 


Tidak tertutup kemungkinan, bahwa sebagian besar penyelenggara negara juga tidak mengetahui mengenai Hari Bela Negara, walaupun telah resmi ditetapkan sejak tahun 2006.

***

Yang kedua, tiga hari setelah tanggal 19 Desember 2019 saya posting tulisan mengenai yang dinamakan HARI IBU.
(Lihat: (Artikel saya di rmol, "22 Desember: Hari Juang Perempuan Indonesia."


99% pembaca artikel tersebut baru mengetahui, bahwa Hari Ibu di Indonesia yang ditetapkan melalui Keppres No. 316 tahun 1959 sama sekali tidak ada kaitan dengan yang dinamakan Mother’s Day yang dirayakan di Amerika Serikat dan di negara2 di Eropa. Bukan hanya latar belakangnya saja yang tidak sama, melainkan juga waktunya sangat berbeda. Hari Ibu di Indonesia DIPERINGATI pada 22 Desember, sedangkan di Amerika Serikat dan di Eropa DIRAYAKAN pada bulan Mei. 

Di Amerika Serikat, Mother’s Day pertama kali dilakukan oleh Anna Maria Jarvis pada 12 Mei 1907 di Grafton (West Virginia,  USA), untuk mengenang ibunya pada hari Minggu, dua hari setelah ibunya meninggal. Setahun kemudian, dia mendesak pihak Gereja Methodis di Grafton untuk mengadakan peringatan bagi semua ibu2 sebagai wujud kecintaan kepada ibu2 yang telah meninggal. Kemudian kegiatan tersebut menjadi kegiatan nasional yang ditetapkan oleh Kongres USA pada 8 Mei 1914. Setelah itu menjalar ke negara2 di Eropa.

Mother’s Day di Amerika Serikat yang awalnya untuk mengenang ibunda yang sudah meninggal, bergeser menjadi perayaan untuk para ibu yang sangat komersial, diwarnai dengan pemberian hadiah kepada para ibu. Rata2 pengeluaran setiap orang untuk memberi hadiah sekitar US$ 172. Keuntungan yang diperoleh para pedagang adalah tertinggi kedua setelah perayaan Natal. Di Jerman, perayaan Muttertag (Hari Ibu) diwarnai dengan pemberian bunga untuk para Ibu. Keuntunga para penjual bunga adalah yang tertinggi dalam setahun.

Kebanyakan merayakannya pada bulan Mei, namun tanggal perayannnya di Amerika Serikat dan di berbagai negara di Eropa berbeda-beda.

Anna Maria Jarvis, penggagas Mother’s day kecewa dengan perkembangan ini dan membuat gerakan untuk menghentikannya, namun tidak berhasil. Terbukti sampai sekarang Mother’s Day masih dirayakan di Amerika.

***

Di Indonesia, akibat kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai latar belakang Hari Ibu, beberapa tokoh agama yang terkenal mengaitkan Hari Ibu di Indonesia dengan Mother’s Day di Amerika Serikat dan di negara2 di Eropa. Tokoh2 agama tersebut melarang umatnya untuk memberi ucapan “Selamat Hari Ibu.”

Di bawah ini beberapa link di youtube mengenai pernyataan2 beberapa tokoh agama yang melarang umatnya mengucapkan “Selamat Hari Ibu/”

- Ustadz Khalid Basalamah


***

- Ustadz Abdul Somad


********

- Buya Yahya.


***

- Ust. Syafiq Riza Basalamah.


***

Ini adalah dua contoh dari sekian banyak peristiwa sejarah yang keliru dimaknai atau dipahami. Fakta2 sejarah kedua peristiwa tersebut sebenarnya sangat jelas ditulis di buku2 sejarah.

Dari contoh Hari Ibu terlihat, bahwa bukan hanya para penyelenggara negara saja yang harus mengetahui sejarah, melainkan semua lapisan dan elemen masyarakat, termasuk para tokoh agama, agar tidak memberi penilaian atau larangan, tanpa mengetahui hal2 yang dikatakan.

Yang menjadi masalah yang lebih besar adalah peristiwa2 yang memiliki nilai sejarah yang sangat besar untuk bangsa dan negara Indonesia, salah ditulis dalam buku2 sejarah atau salah memberi penafsiran. Penulisan mengenai sejarah tidak lepas dari sudut pandang dan tafsir/interpretasi penulis. Penelitian2 yang dilakukan oleh para ilmuwan asing, terutama oleh bangsa Belanda, Inggris dan Perancis yang adalah para mantan penjajah sangat diragukan kebenarannya, apakah benar2 obyektif, karena terbukti banyak penulisan sejarah untuk kepentingan mereka.. terutama tentu dari sudut pandang penjajah.

Oleh karena itu, agar generasi Indonesia mendatang tidak lagi membaca buku2 sejarah yang salah, sudah sangat mendesak dilakukan penelitian dan penulisan ulang semua buku2 sejarah untuk sekolah2.

Jakarta, 23 Desember 2019

***

Thursday, April 23, 2020

BATAK TIDAK DIJAJAH BELANDA 350 TAHUN

BATAK TIDAK DIJAJAH BELANDA

350 TAHUN

 

 Catatan Batara R. Hutagalung


Pendahuluan
Kalimat “Tidak Dijajah Belanda Selama 350 Tahun” berlaku juga untuk semua kerajaan dan kesultanan di Asia Tenggara yang dijajah oleh Belanda. Kalimat “Belanda menjajah Indonesia 350 tahun” adalah mitos yang salah dan tidak ada dasar sejarah dan hukumnya. Baik hukum internasional maupun hukum yang berlaku di Nederlands Indie (India Belanda).

Kalimat “Batak Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun,” dapat diganti menjadi Aceh Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun, Bali Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun. Maluku Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun, Sulawesi Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun. Tidore Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun, Banten, Palembang, Kalimantan Tidak Dijajah Belanda 350 Tahun, dsb.

Di buku2 sejarah baik di sekolah2 maupun di buku2 sejarah yang beredar di masyarakat selalu ditulis, Belanda menjajah INDONESIA 350 tahun  dan Jepang menjajah INDONESIA 3,5 tahun. Tanah Batak, Aceh, Bali, dll., adalah bagian dari negara Indonesia. Apabila ditulis, Belanda menjajah Indonesia 350 tahun, berarti seluruh wilayah Indonesia sekarang termasuk Batak, Aceh, Bali, dll., yang dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Faktanya tidak demikian.

Kesalahan pertama kalimat tersebut adalah kata penggunaan kata INDONESIA. Sebelum bangsa Indonesia “dilahirkan” dan negara Indonesia didirikan pada 17 Agustus 1945, sebagai entitas politik Indonesia tidak ada. Yang awalnya dijajah oleh Belanda adalah kota2, pulau2 kecil, kerajaan2 dan kesultanan2 di Asia tenggara, yang relatif mudah dikalahkan, yaitu kota Jayakarta, Kepulauan Banda. Kemudian baru meningkat ke kerajaan2 dan kesultanan yang lebih sulit untuk dikalahkan. Bentuk penguasaan berbeda-beda. Ada yang melalui peperangan, namun ada yang melalui perjanjian, yaitu mengakui dan tunduk kepada Belanda (Nederland) dalam kerangka Pax Nederlandica/Pax Neerlandica/Pax Netherlandica (Kedamaian di bawah naungan Nederland/Belanda). Tidak dapat dikatakan tunduk kepada Kerajaan Belanda, karena sistem pemerintahan Belanda berganti-ganti, dari Republik ke Kerajaan. Kurun waktu penjajahan juga berbeda-beda.



Awal Penjajahan Belanda
Sejak abad 16 lima negara Eropa Barat saling bersaing memperebutkan wilayah di Asia Timur dan Asia Tenggara yang akan dijadikan jajahan (koloni) mereka. Kelima negara itu adalah Portugal, Spanyol, Inggris, Belanda dan Perancis. Perancis hanya fokus ke Asia Timur, yaitu Indocina, yang sekarang menjadi Vietnam, Kamboja dan Laos. Berdasarkan Perjanjian Zaragossa, Spanyol menyingkir ke Filipina.

Orang2 Belanda yang pertama kali menginjakkan kaki di Banten adalah Cornelis dan Frederik de Houtman tahun 1596. Pada waktu itu Belanda berbentuk Republik. Tahun 1596 belum dimulai  penjajahan. Ketika Belanda mendirikan Kongsi Dagang VOC pada 20 Maret 1602, juga belum dimulai penjajahan. Waktu itu Belanda masih meminta izin kepada penguasa di Banten dan kemudian di Jayakarta (sekarang Jakarta) untuk mendirikan kantor dagang, serta menyewa sepetak lahan di Jayakarta. Awalnya hanya berupa bangunan dengan fondasi batu dan dinding kayu.

Penjajahan Belanda di Asia Tenggara dimulai pada 30 Mei 1619, yaitu ketika Gubernur Jenderal VOC keempat, Jan Pieterszoon Coen (JPC) menyerang dan mengalahkan kota Jayakarta, yang telah memberi izin kepada Belanda untuk berdagang di Jayakarta. Nama Jayakarta kemudian diganti menjadi Batavia. Di masa pendudukan tentara Jepang, nama Batavia diganti oleh Jepang menjadi Jakarta, yang digunakan oleh Indonesia sampai sekarang.

Kemudian tahun 1621 JPC menyerang Kepulauan Banda. Pada waktu itu, Kepulauan Banda adalah satu-satunya wilayah di dunia yang menghasilkan pala, yang harganya di Eropa dapat mencapai 300 kali lipat dari harga pembelian di Banda. Belanda membantai hampir seluruh penduduk Banda. Diperkirakan, jumlah yang dibantai oleh Belanda sekitar 13.000 orang. Sekitar 1.000 orang dapat menyelamatkan diri ke pulau2 lain. Kemudian sisa yang hidup sekitar 800 orang, dibawa ke Batavia dan dijual sebagai budak.

Dengan demikian, yang paling lama dijajah oleh Belanda selama sekitar 320 tahun, hanya Jayakarta dan Kepulauan Banda, sampai tanggal 9 Maret 1942, yaitu ketika Belanda resmi menyerah kepada tentara Jepang dalam Perang Dunia II/Perang Asia-Pasifik.

Inggris dan Belanda berhasil menyingkirkan Portugal dari Asia tenggara. Hanya Timor Timur yang tetap dikuasai oleh Portugal. Setelah menyingkirkan  Portugal, Inggris dan Belanda saling memerangi untuk merebut wilayah2 di Asia Tenggara. Beberapa perjanjian bilateral dilakukan oleh Inggris dan Belanda  di mana a.l. dilakukan tukar-guling wilayah jajahan. Tahun 1667 Pulau Run di Kepulauan Banda yang dikuasai oleh Inggris, ditukar dengan Manhattan (kini bagian dari New York, USA). Tahun 1824, Temasek (kini bernama Singapura) yang dikuasai oleh Belanda, ditukar dengan Bengkulu yang dikuasai oleh Inggris. Belanda dan Inggris juga sepakat untuk membagi dua Pulau Irian/Papua. Dengan Portugal, Belanda sepakat membagi dua pulau Timor.

Belanda tidak sekaligus mengalahkan dan menguasai berbagai kerajaan dan kesultanan di Asia tenggara. Belanda memerlukan waktu hampir 300 tahun untuk mengalahkan satu-persatu kerajaan dan kesultanan di Asia tenggara. Belanda menamakan wilayah kekuasaannya di Asia tenggara sebagai Nederlands Indie (India – Belanda).

Perang Batak
Tahun 1871, dalam perjanjian Anglo-Dutch Treaty, yang juga dinamakan Sumatera Treaty, dicapai kesepakatan besar antara Inggris dan Belanda untuk mengakhiri pertikaian dalam memperebutkan wilayah jajahan. Inggris menyerahkan sepenuhnya kepada Belanda untuk menguasai seluruh Sumatera yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. di lain pihak, Belanda tidak akan mengganggu Inggris di Semenanjung Malaya.

Pada waktu itu, di Sumatera Kesultanan Aceh dan Kerajaan Batak belum dikuasai oleh Belanda. dalam rangka mewujudkan Pax Nederlandica dan menguasai seluruh Sumatera, pada 26 Maret 1873 Belanda menyatakan perang terhadap Aceh. Perang Aceh yang menewaskan sekitar 100.000 rakyat Aceh, berlangsung sampai tahun 1904.

Sisingamangaraja XII
Di Tanah Batak, tahun 1786, Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela dinobatkan sebagai Raja dan bergelar Sisingamangaraja XII. Awal bulan Februari 1878, Belanda mulai mengirim pasukannya ke Tanah Batak. Pada 16 Februari 1878 Sisingamangaraja XII menyatakan perang terhadap Belanda dan langsung menyerang Belanda. Perang Batak melawan Belanda berlangsung selama 29 tahun.

Prajurit Batak

Sisingamangaraja XII gugur dalam pertempuran di desa Si Onom Hudon, Tapanuli Utara, pada 17 Juni 1907. Juga gugur dalam pertempuran itu putrinya, Lopian dan dua putranya, Patuan Nagari dan Patuan Anggi. Dengan demikian, tanggal tewasnya Sisingamangaraja XII dapat ditetapkan sebagai tanggal berkuasanya Belanda di Tanah Batak. Memang Sisingamangaraja XII tidak dapat dikatakan sebagai Raja untuk seluruh Tanah Batak, namun sisingamangaraja XII merupakan simbol perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Tanah Batak.

Keluarga Sisingamangaraja XII

Mengenai jalannya perang Batak melawan Belanda sudah banyak ditulis. Fokus tulisan ini adalah menjelaskan, bahwa Tanah Batak tidak dukuasai oleh Belanda selama 350 tahun, dan mengajak untuk memahami sejarah dan nilai2 sejarahnya. Hal ini berlaku untuk seluruh wilayah jajahan Belanda, agar masing-masing daerah menggali sejarah daerahnya.

Mitos Belanda Menjajah 350 Tahun
Adalah Bonifacius Cornelis de Jonge, Gubernur Jenderal India-Belanda ke 63 (12.9.1931-16.9.1936), yang pada tahun 1935 mengatakan:
*_” Als ik met nationalisten praat, begin ik altijd met de zin: Wij Nederlanders zijn hier al 300 jaar geweest en we zullen nóg minstens 300 jaar blijven. Daarna kunnen we praten”_* (Seandainya saya berbicara dengan para nasionalis, saya selalu memulai dengan kalimat: Kami Belanda telah di sini 300 tahun dan kami bahkan akan tinggal paling sedikit 300 tahun lagi. Kemudian kita bisa bicara).

Dalam bahasa Belanda ada kata-kata bijak: “Hoogmoed kommt voor de val,” yang artinya: “Keangkuhan datang menjelang kejatuhan.” Kata-kata bijak ini sangat tepat berlaku untuk Belanda. Pengganti de Jonge, Jonkheer Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Strackenborgh-Stachouwer adalah Gubernur Jenderal India Belanda ke 64, sekaligus terakhir. Pada 9 Maret 1942 Belanda resmi menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang.  Penjajahan Belanda di Asia Tenggara berakhir. Keangkuhan de Jonge yang menyatakan akan menjajah 300 tahun lagi, ternyata hanya 7 tahun setelah ucapannya.  

Tidak diketahui dengan pasti, kapan kalimat Bonifacius de Jonge tersebut mulai digunakan oleh para pemimpin pribumi sebagai slogan yang konon untuk membangkitkan emosi, kemarahan dan semangat rakyat yang dijajah. Juga tidak diketahui, siapa yang memulai dengan angka 350 tahun. Bagaimana perhitungannya.

Seandainya hal ini benar adanya, yaitu Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun, bukankah ini sangat memalukan, bahwa Negara sekecil Belanda dapat menjajah wilayah yang belasan kali lipat dari negaranya, dengan penduduk yang lebih dari 15 kali lipat jumlahnya dari penduduk Belanda? Hal ini sering menjadi olok-olokkan di kalangan orang Indonesia sendiri yang tidak memiliki rasa nasionalisme, atau mereka yang pro Belanda.

Tentu menjadi pertanyaan, bagaimana negeri sekecil Belanda, yang tidak lebih besar dari Provinsi Jawa Timur, dapat menguasai wilayah yang luasnya belasan kali lipat dari negerinya. Juga dengan penduduk yang belasan kali lipat dari penduduk Belanda. Salahsatu penyebabnya adalah, karena pada waktu itu di Asia tenggara, belum ada kesatuan dan persatuan di antara kerajaan2 dan kesultanan2. Bahkan kerajaan2 dan kesultanan tersebut saling menyerang dan mengusai kerajaan/kesultanan lain. Belanda memanfaatkan rivalitas ini dan bahkan mengadu-domba.


Pemahaman Sejarah dan Nilai Sejarahnya
Pertama, gugurnya Sisingamangaraja XII menandai awal kekuasaan Belanda atas Tanah Batak, yaitu mulai tanggal 17 Juni 1907. Hal yang kedua adalah nilai heroismenya, yaitu Sang Raja gugur dalam pertempuran bersama putra-putri dan rakyatnya. Demikian juga halnya dengan Kerajaan Badung dan Kerajaan Klungkung di Bali. Kerajaan Badung jatuh ke tangan Belanda melalui Puputan (perang habis-habisan sampai mati demi kehormatan) Badung pada 20 September 1906 dan Kerajaan Klungkung dikuasai oleh Belanda setelah Puputan Klungkung pada 28 April 1908. Dalam puputan Badung, Raja Badung gugur dalam perang tersebut, demikian juga Raja Klungkung tewas dalam perang  Klungkung.

Perang Dunia II/Perang Pasifik dimulai pada 7 Desember 1941, yang diawali dengan penyerangan Jepang terhadap Pangkalan Militer Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii. Kemudian Jepang menduduki satu-persatu wilayah2 jajahan negara2 Eropa, termasuk jajahan Belanda di Asia Tenggara, Nederlands Indie. Akhir Februari 1942 seluruh Asia Tenggara, kecuali Jawa, telah dikuasai oleh tentara Jepang. Pada 1 Maret 1942 tentara Jepang menyerbu pertahanan Belanda dan sekutunya, Amerika, Inggris dan Australia, di Jawa.

Pada 9 Maret 1942, Belanda resmi menyerah tanpa syarat kepada tentara Jepang. Tanggal 9 Maret 1942 dapat ditetapkan sebagai tanggal resmi berakhirnya penjajahan Belanda di Asia tenggara.

Dengan demikian, penjajahan Belanda di Asia Tenggara dengan tepat dapat disebut dari tanggal 30 Mei 1619 sampai tanggal 9 Maret 1942.

Hal ini sekaligus menjadi penjelasan, bahwa Tanah Batak dikuasai oleh Belanda dari tanggal 17 Juni 1907 – 9 Maret 1942. Hanya sekitar 34 tahun, tidak sampai 35 tahun. Yang jelas bukan 350 tahun.

Kemudian Jepang sendiri menyatakan menyerah tanpa syarat kepada tentara Sekutu pada 15 Agustus 1945. Maka dengan demikian, pendudukan tentara Jepang atas wiilayah bekas jajahan belanda, termasuk Tanah Batak, dari tanggal 9 Maret 1942 – 15 Agustus 1945.

Professor Gertrudes Johannes Resink, Guru Besar Fakultas Hukum UI yang keturunan Belanda-Jawa juga berpendapat, bahwa Belanda tidak menjajah Indonesia selama 350 tahun. Pendapatnya ini didasari oleh putusan2 Pengadilan Tinggi di Nederlands Indie (India Belanda). hal ini ditulis dalam bukunya yang berjudul “Raja dan Kerajaan Merdeka di Indonesia 1850 – 1910.”

Dia menulis dalam bukunya, bahwa berdasarkan putusan2 Pengadilan Tinggi di Nederlands Indie antara tahun 1850 – 1910, masih banyak Kerajaan yang merdeka, yang belum dikuasai oleh Belanda. Dia juga menggunakan kata Indonesia untuk merujuk wilayah jajahan Belanda.
Sebenarnya, tanpa menjadi seorang pakar hukumpun dapat menyimpulkan, bahwa pada akhir abad 19 sampai awal abad 20, Kerajaan Pagaruyung, Kesultanan Aceh, Kerajaan Batak dll., belum dikuasai oleh Belanda.

Bangsa Indonesia Bersatu, Tidak Terkalahkan
Pada 17 Agustus 1945, para pemimpin pribumi di wilayah bekas jajahan Belanda, yang kemudian diduduki oleh tentara Jepang, mengeluarkan pernyataan:

KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA.

Kalimat ini mengandung dua makna:
1.   Dinyatakan terbentuk/lahirnya BANGSA INDONESIA,
2.   Berdirinya NEGARA BANGSA _(Nation State)_ INDONESIA.
Kedua hal ini merupakan realisasi dari Ikrar para pemuda pribumi di wilayah jajahan Belanda, yang dicetuskan dalam Kongres Pemuda II pada 28 Oktober 1928, yang juga dikenal sebagai SUMPAH PEMUDA.

Jong (pemuda) Batak, Jong Sumateranen Bond (Ikatan Pemuda Sumatera), Jong Minahasa, Jong Ambon, dll,, adalah organisasi2 pemuda pribumi di wilayah jajahan Belanda yang menjadi peserta Kongres Pemuda II di bulan Oktober 1928. Organisasi Pemuda Batak, sebagaimana juga organisasi2 pemuda Ambon, Minahasa, Jawa, Betawi, dll., mempunya peran dalam mencetuskan gagasan untuk mendirikan Negara Bangsa (Nation State) Indonesia dan pembentukan BANGSA INDONESIA. Jong Batak didirikan oleh Amir Syarifuddin Harahap, yang kemudian menjadi Perdana Menteri Republik Indonesia, dan Sanusi Pane, yang kemudian menjadi Sastrawan besar di Indonesia,

Sejarah mencatat, setelah seluruh kerajaan dan kesultanan di bekas wilayah jajahan Belanda bersatu menjadi Negara dan bangsa Indonesia, bangsa Indonesia tidak terkalahkan.

Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945, sampai sekarang April 2020, dan melancarkan agresi militernya untuk menguasai Indonesia. Belanda mendapat bantuan dari mantan sekutunya dalam Perang Dunia II, yaitu Inggris,Australia dan Amerika Serikat. Mereka adalah pemenang Perang Dunia II.

Dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia terhadap agresi militer Belanda, sang mantan penjajah, antara tahun 1945 – 1949, Belanda yang dibantu oleh sekutunya, ditambah pasukan KNIL serta pasukan milisi Cina Po An Tui, tidak berhasil mengalahkan Tentara Nasional Indonesia bersama rakyat Indonesia.

Dalam kunjungannya ke Indonesia awal bulan Maret 2020, Raja Belanda menegaskan pernyataan Menlunya Ben Bot (waktu itu) di Jakarta tanggal 16 Agustus 2005, bahwa Belanda mulai saat itu (16.8.2005) MENERIMA DE FACTO Proklamasi 17.8.1945. Tetapi tetap TIDAK MENGAKUI DE JURE (secara yuridis).

Oleh karena itu, negara2 yang ingin menguasai Indonesia, akan terus berusaha memecah-belah kesatuan dan persatuan Indonesia, agar Indonesia kembali menjadi negara2 kecil yang mudah diadu-domba dan dikalahkan.

***