9 Desember 2009
Bayangkan sebuah desa kecil yang miskin di sudut Jawa Barat. Sekelompok tentara Belanda memasuki desa, memburu pejuang kemerdekaan Indonesia, dan kemudian membunuh 431 penduduk laki-laki. Itu yang terjadi di Rawagede, 9 Desember 1947.
Tepat 62 tahun setelah pembunuhan massal tersebut, para janda Rawagede menuntut pemerintah Belanda untuk bertanggung jawab. Perkara diajukan Rabu (9/12) ke pengadilan Den Haag.
Di kantornya di Amsterdam, pengacara mereka Liesbeth Zegveld menyatakan, yang diinginkan para janda adalah pengakuan pemerintah Belanda bahwa mereka bersalah atas pembunuhan tersebut. Selain itu, para janda juga mengharapkan kompensasi. "Tapi jangan pikir mereka hanya ingin uang. Kompensasi adalah hal terakhir yang mereka inginkan. Mereka terutama ingin agar pemerintah Belanda bertanggung jawab dan mengakui kesalahan."
Kadaluarsa
Kasus pembunuhan massal Rawagede bukan hal baru. Sejak setahun lalu, janda Rawagede meminta pertanggungjawaban pemerintah Belanda atas kematian suami mereka. Pemerintah Belanda tak juga berkomentar. Waktu itu Departemen Luar Negeri Belanda hanya berkata mereka sudah menerima pengaduan dan sedang mempelajari kasus.
Pemerintah Belanda kemudian berkelit. Dan berpendapat, kasus ini sudah terlalu tua untuk diungkit kembali. Satu-satunya yang mereka lakukan adalah "menyatakan penyesalan", tapi hal itu tidak cukup untuk Zegveld dan para janda. "Bahwa kasus ini sudah terlalu tua, itu hanya alasan pemerintah Belanda. Kasus bisa dinyatakan kadaluarsa jika kejahatan tidak terlalu berat. Tapi kasus ini berbeda. Lagipula, kasus ini terus-menerus muncul di media Belanda. Jadi Anda tidak bisa bilang kalau hal ini terlupakan."
Bukti
"Sebuah kasus juga bisa dibilang terlalu tua untuk disidangkan jika bukti-bukti kejahatan sulit dicari karena hilang dimakan waktu. Dalam kasus Rawagede, semua bukti sudah terkumpul. Jadi tidak ada alasan lagi," terang Zegveld.
Zegveld juga menyatakan, pemerintah Belanda mengakui pembunuhan Rawagede memang terjadi. Ini berarti, sudah ada "kesepakatan" dari kedua belah pihak bahwa kejahatan memang benar-benar dilakukan. Dan karena itu, tidak ada celah untuk memakai alasan bahwa kasus ini kadaluarsa.
"Lagipula," tambah Liesbeth. "Ini bisa disamakan dengan kejahatan selama PD II. Pelaku kejahatan Perang Dunia II di Eropa saja tidak berhenti diadili, lalu mengapa kasus ini dianggap terlalu tua?"
Pengadilan
Perkara sudah diajukan ke pengadilan di Den Haag, namun pemerintah Belanda belum juga mengeluarkan tanggapan resmi atas hal ini.
Zegveld: "Sejak tahun lalu mereka belum mengeluarkan pernyataan yuridis apa pun. Memang ada proyek penelitian lanjutan untuk hal ini. Menteri Luar Negeri Maxime Verhagen juga sempat berdiskusi dengan beberapa orang di Jakarta. Tapi selebihnya, belum ada perkembangan apa-apa. Prosedur resmi ke pengadilan akhirnya diajukan. Dan sekarang kami masih menunggu reaksi pemerintah."
Zegveld berharap kasus ini akan selesai dengan baik: pemerintah Belanda mengakui kesalahan dan memberi kompensasi terhadap janda Rawagede. Jika mereka kalah di persidangan? "Naik banding!" jawab Zegveld tegas. "Kami telah memulai proses ini dan tidak akan berhenti sampai keadilan benar-benar ditegakkan."
Sumber: Radio Nederland
http://www.rnw.nl/id/bahasa-indonesia/article/rawagede-belum-selesai
Thursday, December 10, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Hallo.......wie geht es Dir?. Gestern abend hab' ich Dich im Fernsehen gesehen, I hatte mich nicht geglaubt. Kannst Du mir deine Rufnummer geben?. Ich habe so viele Frage Dir zustellen. Bitte, wenn Du Zeit hast, ruf mich an, 0813 7242 2949. Es tut mir sehr leid, dass ich nicht mehr deutch gut sprechen kann.
Ich hoffe mich, dass ich etwas neues von Dir hoeren kann. Tchuess...............
Email : zulhamrierick@yahoo.com
Post a Comment