Wednesday, December 09, 2020

10 DESEMBER. Omong Kosong Hari HAM Se-Dunia

 

10 DESEMBER

 

Omong Kosong Hari HAM Se-dunia

 

 

Catatan Batara R. Hutagalung

 

Pendahuluan

Tanggal 10 Desember dinyatakan sebagai Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia.Ini karena pada tanggal 10 Desember 1948 PBB mencetuskan yang dinamakan Pernyataan Umum PBB Mengenai HAM (UN Universal Declaration of Human Rights).



Namun, situasi internasional setelah berakhirnya Perang Dunia II, diwarnai dengan awal Perang Dingin antara kubu komunis dibawah komando Uni Sovyet melawan kubu kapitalis/ imperialis di bawah pimpinan Amerika Serikat. Sementara itu, kita ketahui bersama bahwa Sekretariat pusat PBB selalu di AS. Semula di Lake Success, kemudian pindah sampai sekarang di New York. Awalnya pengoperasian Sekretariat PBB itu juga didanai oleh AS, sehingga suara AS dan sekutunya sangat dominan, terutama di Dewan Keamanan (Security Council), yang terdiri dari 5 negara, yaitu AS, China (Taiwan), Inggris, Perancis dan Rusia. Jadi empat lawan satu.


Sangat ironis, kalau melihat, bahwa pada waktu itu, puluhan Negara masih dijajah oleh Amerika dan sekutunya.Indonesia dan Vietnam tengah menghadapi agresi militer dari para pemenang Perang Dunia II. Indonesia melawan ABDACOM (American, British, Dutch, Australian Command), sedangkan Vietnam berperang melawan mantan penjajahnya, Perancis.


Kehebatan Indonesia dan Vietnam adalah, para pemenang Perang Dunia II tersebut tidak dapat mengalahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Vietnam bahkan sanggup mengalahkan pasukan Perancis, dalam pertempuran di Dien Bien Phu.

 

Selama ini, semua Negara-negara mantan penjajah tidak pernah menghiraukan semua perjanjian-perjanjian internasional. Bahkan Konvensi-konvensi internasional mengenai tata-cara perang dan perlindungan terhadap penduduk sipil di daerah perang, seperti tertuang dalam ‘Law and Custom for War at Land’ dalam Konvensi Den Haag tahun 1897, yang diperkuat dengan Konvensi Den Haag tahun 1904.

Slogan “Rights for selfdetermination of people” (Hak bangsa-bangsa menentukan nasib sendiri) yang pertama kali dicetuskan oleh Presiden AS Woodrow Wilson tahun 1918 dan diperkuat oleh Presiden AS dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill dalam Piagam Atlantik (Atlantic Charter) tahun 1941, juga hanya janji-janji kosong untuk kemerdekaan jajahan mereka, ketika dunia digoncang oleh Perang Dunia ke I dan ke II.Bahkan pernyatan ini diadopsi dalam Preambul PBB, yang didirikan tahun 1945.


Namun inilah kenyataannya. Ketika Bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945menyatakan kemerdekaannya dan Vietnam pada 2 September juga mendeklarasikan kemerdekaan Vietnam, negara-negara mantan penjajah tidak mau mengakui pernyataan kemerdekaan dan melancarkan agresi militer secara besar-besaran.

 


Agresi Belanda II, 19-12-1948

 

Bulan Januari 1948 dicapai perjanjian Renville antara RI dengan Belanda.

 

Pada 10 Desember 1948, Belanda ikut menandatangani Pernyataan Umum PBB mengenai HAM. Boleh dikatakan, bahwa tinta untuk menandatangani belum kering, Sembilan hari kemudian, pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi militernya yang terbesar terhadap Republik Indonesia yang telah menyatakan Merdeka dan Berdaulat.

 

Di masa agresi militer tersebut, di pulau Jawa dan Sumatera tentara Belanda membantai puluhan ribu penduduk sipil (non–combatant) tanpa proses hukum, a.l. pada bulan Januari – Februari 1949 sekitar 1.500 pemuda di Kranggan/Temanggung, yang ditemui di jalan, langsung ditembak mati, atau diseret ke kali (sungai) Progo dan ditembak di jembatan. Kemudian jasadnya dilempar ke kali Progo, sehingga hanyut, karena waktu itu musim hujan.

 

Selanjutnya, pada 5 Januari 1949 di Rengat, Provinsi Riau, sekitar 2.500 penduduk dibantai oleh tentara Belanda. Di antara korban ada Bupati Toeloes, ayahanda dari pujangga Chairil Anwar.

 

Meski gencatan senjata disepakati pada 10 Agustus 1949 pukul 24.00. Namun di pagi hari tanggal 11 Agustus, tentara Belanda membantai dengan kelewang sekitar 20 orang di kota Solo (Ada di laporan resmi pemerintah Belanda).

Selain kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan, ini juga pelanggaran terhadap gencatan senjata.Semua ini terjadi setelah Belanda menandatangani Pernyataan Umum PBB mengenai HAM.

 

Dalam upaya Belanda menjajah RI, negara itu dibantu oleh 3 divisi tentara Inggris dan 2 divisi tentara Australia. AS ikut melatih sekitar 150.000 wajib militer Belanda dan memberikan perlengkapan perang.

Selama agresi militer Belanda dan sekutunya di RI antara tahun 1945 – 1950,diperkirakan sekitar satu juta rakyat Indonesia tewas dibantai tanpa proses hukum.

 

Pada bulan April 1955 atas prakarsa RI, diselenggarakan Konferensi Asia – Afrika (KAA). Hadir hanya 29 negara. Pada peringatan KAA ke 50 tahun 2005, hadir lebih dari 90 negara. Artinya, puluhan negara setelah adanya Pernyataan Umum PBB, masih di bawah penjajahan para penandatangan deklarasi HAM tersebut.Berbagai contoh kekejaman para penjajah ketika rakyat jajahan memberontak, seperti yang terjadi di Kenia tahun 1960 dan di Aljazair.

 

Namun, sekarang banyak yang menamakan diri “aktifis HAM” Indonesia, belajar mengenai HAM dari negara-negara mantan penjajah.Tidak heran, mereka ini mewakili kepentingan mantan penjajah dalam menutup-nutupi kejahatan perang penjajah, dan bahkan menuding Indonesia sebagai negara pelanggar HAM.

 

Masih adakah artinya Hari HAM?


Jakarta, 10 Desember 2020

********

 

Artikel ini telah dimuat di teropongsenayan.com pada 12 Desember 2016.

 

https://www.teropongsenayan.com/53592-omong-kosong-hari-ham-se-dunia 

 

***

No comments: