PENJELASAN TENTANG UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA INDONESIA.
NEGARA INDONESIA.
UMUM
I. Undang-undang Dasar, sebagian dari hukum dasar.
Undang-undang
Dasar suatu Negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar Negara itu.
Undang-undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedang disampingnya
Undang-undang Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan
Negara, meskipun tidak ditulis.
Memang untuk
menyelidiki hukum dasar (droit constitutionnel)
suatu negara, tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal Undang-undang Dasarnya (loi constituionnelle) saja, akan tetapi
harus menyelidiki juga sebagaimana prakteknya dan sebagaimana suasana
kebatinannya (geistlichen Hintergrund)
dari Undang-undang Dasar itu.
Undang-undang
Dasar Negara manapun tidak dapat dimengerti, kalau hanya dibaca teksnya saja.
Untuk mengerti sungguh-sungguh maksudnya Undang-undang Dasar dari suatu Negara,
kita harus mempelajari juga bagaimana terjadinya teks itu, harus diketahui,
keterangan-keterangannya dan juga harus diketahui dalam suasana apa teks itu
dibikin.
Dengan
demikian kita dapat mengerti apa maksudnya Undang-undang yang kita pelajari
aliran pikiran apa yang menjadi dasar Undang-undang itu.
II.Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan.
Apakah
pokok-pokok yang terkandung dalam pembukaan Undang-undang Dasar.
1. "Negara"
--begitu bunyinya-- yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam
pembukaan ini diterima aliran pengertian Negara persatuan, Negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Jadi Negara mengatasi segala
paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan. Negara, menurut pengertian
"pembukaan" itu menghendaki persatuan, meliputi segenap bangsa
Indonesia seluruhnya. Inilah suatu dasar Negara yang tidak boleh dilupakan.
2. Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
3. Pokok
yang ketiga yang terkandung dalam "pembukaan" ialah negara yang
berkedaulatan Rakyat, berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
Oleh karena itu sistim negara yang terbentuk dalam Undang-undang Dasar harus
berdasar atas kedaulatan Rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Memang aliran ini sesuai dengan sifat masyarakat Indonesia.
4.Pokok
pikiran yang keempat, yang terkandung dalam pembukaan ialah negara berdasar
atas ke-Tuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena
itu Undang-undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan Pemerintah dan
lain-lain penyelenggara negara, untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
III.Undang-undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam "pembukaan" dalam pasal-pasalnya.
Pokok-pokok
pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari Undang-undang Dasar Indonesia.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (Rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar Negara, baik hukum yang tertulis (Undang-undang Dasar), maupun
hukum yang tidak tertulis.
Undang-undang
Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya.
IV.Undang-undang Dasar bersifat singkat dan supel.
Undang-undang
Dasar hanya memuat 37 pasal. Pasal-pasal lain hanya memuat peralihan dan
tambahan. Maka rencana ini sangat singkat jika dibandingkan misalnya dengan
Undang-undang dasar Filipina.
Maka telah
cukup jikalau Undang-undang Dasar hanya memuat aturan-aturan pokok, hanya
memuat garis-garis besar sebagai instruksi, kepada Pemerintah Pusat dan
lain-lain penyelenggara Negara untuk menyelenggarakan kehidupan Negara dan
kesejahteraan sosial. Terutama bagi negara baru dan Negara Muda, lebih baik
hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang
aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada
undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, merubah dan mencabut.
Demikianlah
sistim Undang-undang Dasar.
Kita harus
senantiasa ingat kepada dinamik kehidupan masyarakat dan negara Indonesia.
Masyarakat dan Negara Indonesia tumbuh, zaman berubah terutama pada zaman
revolusi lahir batin sekarang ini.
Oleh karena
itu kita harus hidup secara dinamis, harus melihat segala gerak-gerik kehidupan
masyarakat dan Negara Indonesia. Berhubung dengan itu janganlah tergesa-gesa
memberi kristalisasi, memberi bentuk, (Gestaltung)
kepada pikiran-pikiran yang masih mudah berubah.
Memang sifat
aturan yang tertulis itu mengikat.
Oleh karena
itu, makin "supel" (Elastic)
sifatnya aturan itu makin baik. Jadi kita harus menjaga supaya sistim
Undang-undang Dasar jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan sampai kita
membikin Undang-undang yang lekas usang ("verouderd").
Yang sangat
penting dalam pemerintahan dan dalam hidup Negara, ialah semangat, semangat
para penyelenggara Negara, semangat para Pemimpin pemerintahan. Meskipun
dibikin Undang-undang Dasar yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan,
apabila semangat para penyelenggara Negara, para pemimpin pemerintahan itu bersifat
perseorangan, Undang-undang Dasar tadi tentu tidak ada artinya dalam praktek.
Sebaliknya
meskipun Undang-undang Dasar itu tidak sempurna, akan tetapi jikalau semangat
para penyelenggara pemerintahan baik, Undang-undang Dasar itu tentu tidak akan
merintangi jalannya Negara. Jadi yang paling penting ialah semangat. Maka
semangat itu hidup, atau dengan lain perkataan, dinamic.
Berhubung
dengan itu, hanya aturan-aturan pokok-pokok saja harus ditetapkan dalam
Undang-undang Dasar, sedangkan hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan
aturan-aturan pokok itu harus diserahkan kepada Undang-undang.
SISTIM PEMERINTAHAN NEGARA.
Sistim
pemerintahan negara yang ditegaskan dalam Undang-undang Dasar ialah:
I.Indonesia,
ialah negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat).
1.Negara
Indonesia berdasar atas Hukum (Rechtsstaat)
tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II.Sistim Konstitusionil.
2.Pemerintahan
berdasar atas sistim konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas).
III.Kekuasaan Negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat, (Die gesammte Staatsgewalt liegt alle in bei der Majelis).
3. Kedaulatan
rakyat dipegang oleh suatu Badan, bernama "Majelis Permusyawaratan
Rakyat" sebagai penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia (Vertrettungsorgan des Willens des Staatvolkes). Majelis ini
menetapkan Undang-undang Dasar dan menetapkan garis-garis besar haluan Negara.
Majelis ini mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan wakil Kepala Negara (Wakil
Presiden).
Majelis
inilah yang memegang kekuasaan Negara yang tertinggi, sedang Presiden harus
menjalankan haluan Negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh
Majelis.
Presiden
yang diangkat oleh Majelis, bertunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Ia
ialah "mandataris" dari Majelis, ia berwajib menjalankan
putusan-putusan Majelis.
Presiden
tidak "neben", akan tetapi "untergeordnet" kepada Majelis.
IV.Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi dibawahnya Majelis.
Di bawah Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Presiden ialah penyelenggara Pemerintah Negara yang
tertinggi.
Dalam
menjalankan pemerintahan Negara, kekuasaan dan tanggung-jawab adalah di tangan
Presiden (concentration of power and
responsibility upon the President).
V.Presiden
tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Di samping
Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden harus mendapat persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat untuk membentuk Undang-undang (Gesetsgebung) dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja
Negara ("Staatsbegrooting").
Oleh karena
itu Presiden harus bekerja bersama-sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden
tidak bertanggung-jawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak
tergantung dari pada Dewan.
VI.Menteri
Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung-jawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.
Presiden
mengangkat dan memberhentikan Menteri-menteri Negara. Menteri-menteri itu tidak
bertanggung-jawab.kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak tergantung
dari pada Dewan, akan tetapi tergantung dari pada Presiden. Mereka ialah
pembantu Presiden.
VII.Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.
Meskipun
Kepala Negara tidak bertanggung-jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan
"diktator" artinya kekuasaan tidak terbatas.
Di atas
telah ditegaskan, bahwa ia bertanggung-jawab kepada Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan
Perwakilan Rakyat.
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kedudukan
Dewan Perwakilan Rakyat adalah kuat. Dewan ini tidak bisa dibubarkan oleh
Presiden (berlainan dengan sistim parlementair). Kecuali itu anggota-anggota
Dewan Perwakilan Rakyat semuanya merangkap menjadi anggota Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat dapat
senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dan jika Dewan menganggap bahwa
Presiden sungguh melanggar haluan Negara yang telah ditetapkan oleh
Undang-undang Dasar atau oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, maka Majelis itu
dapat diundang untuk persidangan istimewa agar supaya bisa minta
pertanggungan-jawab kepada Presiden.
Menteri-menteri Negara bukan pegawai tinggi biasa.
Meskipun
kedudukannya Menteri Negara tergantung dari pada Presiden, akan tetapi mereka
bukan pegawai tinggi biasa oleh karena Menteri-menterilah yang terutama
menjalankan kekuasaan Pemerintah (pouvoir
executief) dalam praktek.
Sebagai
pemimpin Departemen, Menteri mengetahui seluk-beluk-nya hal-hal yang mengenai
lingkungan pekerjaannya. Berhubung dengan itu Menteri mempunyai pengaruh besar
terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang mengenai Departemennya.
Memang yang dimaksudkan ialah, para Menteri itu Pemimpin-pemimpin Negara.
Untuk
menetapkan politik Pemerintah dan koordinasi dalam pemerintahan Negara para
Menteri bekerja bersama, satu sama lain seerat-eratnya di bawah pimpinan
Presiden.
TENTANG PASAL-PASAL.
BAB I.
BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA.
Pasal 1
BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA.
Pasal 1
Menetapkan
bentuk negara kesatuan dan Republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan
rakyat.
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, ialah penyelenggara negara yang tertinggi. Majelis ini
dianggap sebagai penjelmaan Rakyat, yang memegang kedaulatan Negara.
BAB II.
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
Pasal 2
Maksudnya
ialah, supaya seluruh rakyat, seluruh golongan, seluruh daerah akan mempunyai
wakil dalam Majelis, sehingga Majelis itu akan betul-betul dapat dianggap
sebagai penjelmaan rakyat.
Yang disebut
"golongan-golongan", ialah badan-badan seperti koperasi Serikat
Sekerja dan lain-lain badan kolektif. Aturan demikian memang sesuai dengan
aliran zaman. Berhubung dengan anjuran mengadakan sistim koperasi dalam
ekonomi, maka ayat ini mengingat akan adanya golongan-golongan dalam
badan-badan ekonomi.
Ayat 2.
Badan yang akan besar jumlahnya bersidang sedikit-dikitnya sekali dalam 5
tahun. Sedikit-dikitnya, jadi kalau perlu dalam 5 tahun tentu boleh bersidang
lebih dari sekali dengan mengadakan persidangan istimewa.
Pasal 3
Oleh karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat memegang kedaulatan Negara, maka kekuasaannya
tidak terbatas, mengingat dinamik masyarakat, sekali dalam 5 tahun. Majelis
memperhatikan segala yang terjadi dan segala aliran-aliran pada waktu itu dan
menentukan haluan-haluan apa yang hendaknya dipakai untuk di-kemudian hari.
BAB III.
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA.
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA.
Pasal 4 dan pasal 5 ayat 2.
Presiden
ialah Kepala Kekuasaan executif dalam Negara. Untuk menjalankan Undang-undang,
ia mempunyai kekuasaan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah ("pouvoir
reglementair").
Pasal 5 ayat 1.
Kecuali "executive power", Presiden
bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat menjalankan "legislative
power" dalam Negara.
Pasal-pasal 6, 7, 8, 9.
Telah jelas.
Pasal-pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15.
Kekuasaan-kekuasaan
Presiden dalam pasal-pasal ini, ialah konsekwentie dari kedudukan Presiden
sebagai Kepala Negara.
BAB IV.
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG.
Pasal 16
DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG.
Pasal 16
Dewan ini
ialah sebuah Council of State yang
berwajib memberi pertimbangan-pertimbangan kepada Pemerintah. Ia sebuah Badan
Penasehat belaka.
BAB V.
KEMENTERIAN NEGARA.
Pasal 17
KEMENTERIAN NEGARA.
Pasal 17
Lihatlah di
atas.
BAB VI.
PEMERINTAHAN DAERAH.
Pasal 18
PEMERINTAHAN DAERAH.
Pasal 18
I.Oleh
karena Negara Indonesia itu suatu "eenheidsstaat", maka Indonesia tak
akan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat "Staat"
juga.
Daerah
Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi
pula dalam daerah lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat autonom (streek - dan locale rechtsgemeenschappen atau bersifat administrasi belaka,
semuanya menurut aturan yang akan ditetapkan dengan Undang-undang. Di
daerah-daerah yang bersifat autonom akan diadakan badan perwakilan daerah oleh
karena didaerahpun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
II.Dalam
territoir Negara Indonesia terdapat 250 "Zelfbesturende
landschappen" dan Volksgemeenschappen,
seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di Minangkabau, dusun dan marga di
Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu mempunyai susun asli, dan oleh
karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara
Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan
segala peraturan negara yang mengenai daerah itu akan mengingat hak-hak
asal-usul daerah tersebut.
BAB VII.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.
Pasal 12 19, 20, 21 dan 23.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT.
Pasal 12 19, 20, 21 dan 23.
Dewan ini
harus memberi persetujuannya kepada tiap-tiap rancangan Undang-undang dari
Pemerintah. Pun Dewan mempunyai hak inisiatif untuk menetapkan Undang-undang.
III.Dewan
ini mempunyai juga hak begrooting
pasal 23. Dengan ini, Dewan Perwakilan Rakyat mengontrol Pemerintah. Harus
diperingati pula bahwa semua anggota Dewan ini merangkap menjadi anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pasal 22
Pasal ini
mengenai "noodverordeningsrecht", Presiden. Aturan sebagai ini memang
perlu diadakan agar supaya keselamatan Negara dapat dijamin oleh Pemerintah
dalam keadaan yang genting yang memaksa Pemerintah untuk bertindak lekas dan
tepat. Meskipun demikian, Pemerintah tidak akan terlepas dari pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu Peraturan Pemerintah dalam pasal ini, yang
kekuatannya sama dengan Undang-undang harus disyahkan pula oleh Dewan
Perwakilan Rakyat.
BAB VIII.
HAL KEUANGAN.
HAL KEUANGAN.
Pasal 23
Ayat 1
memuat hak Begrooting Dewan Perwakilan Rakyat.
Ayat: 1, 2, 3, 4.
Cara
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja adalah suatu ukuran bagi sifat
pemerintahan negara. Dalam negara yang berdasar fascisme, anggaran itu
ditetapkan semata-mata oleh Pemerintah. Tetapi dalam negara demokrasi atau
dalam negara yang berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik Indonesia,
anggaran pendapatan dan belanja itu ditetapkan dengan Undang-undang. Artinya
dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Betapa
caranya Rakyat - sebagai bangsa-akan hidup dan dari mana didapatnya belanja
buat hidup, harus ditetapkan oleh Rakyat itu sendiri, dengan perantaraan Dewan
Perwakilannya.
Rakyat
menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya.
Pasal 23
menyatakan, bahwa dalam hal menetapkan pendapatan dan belanja, kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat lebih kuat dari pada kedudukan Pemerintah. Ini tanda kedaulatan
Rakyat.
Oleh karena
penetapan belanja mengenai hak Rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka
segala tindakan yang menempatkan beban kepada Rakyat, sebagai pajak dan
lain-lainnya, harus ditetapkan dengan Undang-undang, yaitu dengan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Juga tentang
hal macam dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-undang. Ini penting
karena kedudukan uang itu besar pengaruhnya atas masyarakat. Uang terutama
ialah alat penukar dan pengukur harga. Sebagai alat penukar untuk memudahkan
pertukaran - jual-beli dalam masyarakat. Berhubung dengan itu perlu ada macam
dan rupa uang yang diperlukan oleh Rakyat. Sebagai pengukur harga untuk dasar
menetapkan harga masing-masing barang yang dipertukarkan. Barang yang menjadi
pengukur harga itu, mestilah tetap harganya jangan naik-turun karena keadaan
uang yang tidak teratur. Oleh karena itu keadaan uang itu harus ditetapkan
dengan Undang-undang.
Berhubung
dengan itu kedudukan Bank Indonesia yang akan mengeluarkan dan mengatur
peredaran uang kertas, ditetapkan dengan Undang-undang.
Ayat 5.
Cara
Pemerintah mempergunakan uang belanja yang sudah disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat harus sepadan dengan keputusan tersebut. Untuk memeriksa
tanggung-jawab Pemerintah itu perlu ada suatu badan yang terlepas dari pengaruh
dan kekuasaan Pemerintah. Suatu badan yang tunduk kepada Pemerintah tidak dapat
melakukan kewajiban yang seberat itu. Sebaliknya badan itu bukanlah pula badan
yang berdiri di atas Pemerintah.
Sebab itu
kekuasaan dan kewajiban badan itu ditetapkan dengan Undang-undang.
BAB IX.
KEKUASAAN KEHAKIMAN.
Pasal 24 dan 25
KEKUASAAN KEHAKIMAN.
Pasal 24 dan 25
Kekuasaan
Kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
Pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam Undang-undang tentang
kedudukannya para hakim.
BAB X.
WARGA NEGARA.
Pasal 26
Ayat 1.
WARGA NEGARA.
Pasal 26
Ayat 1.
Orang-orang
bangsa lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Tionghoa dan peranakan
Arab, yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai tanah
airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia, dapat menjadi
warga-negara.
Ayat 2.
Telah jelas.
Pasal 27, 30, 31.
Pasal ini
mengenai hak-haknya warga-negara.
Pasal 28, 29.
Pasal-pasal
ini mengenai kedudukan penduduk.
Pasal-pasal,
baik yang hanya mengenai warga-negara maupun yang mengenai seluruh penduduk
memuat hasrat bangsa Indonesia untuk membangunkan negara yang bersifat
demokratis dan yang hendak menyelenggarakan keadilan sosial dan
peri-kemanusiaan.
BAB XI.
AGAMA.
Pasal 29 ayat 1.
AGAMA.
Pasal 29 ayat 1.
Ayat ini
menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
BAB XII.
PERTAHANAN NEGARA.
Pasal 30
PERTAHANAN NEGARA.
Pasal 30
Telah jelas.
BAB XIII.
PENDIDIKAN.
Pasal 31 Ayat 2.
PENDIDIKAN.
Pasal 31 Ayat 2.
Telah jelas.
Kebudayaan
bangsa ialah kebudayaan yang timbul sebagai buah usaha budi-daya Rakyat
Indonesia seluruhnya.
Kebudayaan
lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah
di seluruh Indonesia, terhitung sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan
harus menuju ke arah kemajuan adab, budaya dan persatuan, dengan tidak menolak
bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang dapat memperkembangkan atau
memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi derajat kemanusiaan
bangsa Indonesia.
BAB XIV.
KESEJAHTERAAN SOSIAL.
Pasal 33
KESEJAHTERAAN SOSIAL.
Pasal 33
Dalam pasal
33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk
semua di bawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran
masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang seorang. Sebab itu
perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas usaha kekeluargaan.
Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian
berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi segala orang. Sebab itu
cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak
harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang
seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasnya. Hanya perusahaan yang
tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh di tangan orang seorang.
Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 34
Telah cukup
jelas, lihat di atas.
BAB XV.
BENDERA DAN BAHASA.
Pasal 35
BENDERA DAN BAHASA.
Pasal 35
Telah jelas.
Pasal 36
Telah jelas.
Di daerah-daerah yang mempunyai bahasa sendiri, yang dipelihara oleh rakyatnya
dengan baik-baik (misalnya bahasa Jawa, Sunda, Madura, dsb.) bahasa-bahasa itu
akan dihormati dan dipelihara juga oleh negara.
Bahasa-bahasa
itupun merupakan sebagian dari kebudayaan Indonesia yang hidup.
BAB XVI.
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR.
Pasal 37
PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR.
Pasal 37
Telah jelas.
********
No comments:
Post a Comment